PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA JEPANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda berakhir ketika pada
tanggal 8 Maret 1942 mereka menyerah kepada militer kerajaan Jepang. Kemenangan
tentara Jepang itu ditandai dengan penyerahan tanpa syarat
oleh panglima tentara Hindia Belanda (Letnan Ter Poerten) bersama gubernur
jendral pemerintah kolonial Belanda (Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer) kepada
pimpinan angkatan perang Jepang (Letnan Jendral Hitoshi Imamora) pada tanggal 2
Maret 1942 di Kalijati. Selanjutnya bangsa Indonesia berada di bawah kekuasaan
pendudukan militerisme Jepang selama hampir 3,5 tahun.
Jepang menyerbu Indonesia karena kekayaan negeri ini yang
sangat besar artinyabagi kelangsungan perang Pasifik dan sesuai pula dengan
cita-cita politik ekspansinya. Dibalik itu,
mereka mempropagandakan semboyan Hakko Ichiu atau semboyan
“kemakmuran bersama Asia Timur Raya”. Mereka menyatakan bahwa mereka
berjuangmati-matian melakukan “perang suci” (melawan sekutu) demi kemakmuran
bersama AsiaTimur Raya dan Jepang sebagai pemimpinnya. Dalam konsep
Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya tersebut, Jepang akan menjadi
pusat kendali atas delapan wilayah yakni:
Manchuria, daratan Cina, kepuluan Muangtai, Malaysia, Indonesia dan Asia
Rusia.Namun
demikian tujuan pendudukan militer Jepang lama kelamaan menjadi penindasan. Ada
dua kebijakan pemerintah pendudukan militer Jepang yakni menghapuskan semua pengaruh Barat di
Indonesia melalui “pen-jepang-an” dan memobilisasi segala kekuatan dan sumber
yang adauntuk mencapai kemenangan perang Asia Timur Raya. (Tatang Sy,
2010:217).
Maka tidak ada
pilihan lain kecuali Jepang harus menang di setiap medan pertempuran. Dengan
demikian seluruh kebijakan pemerintah Jepang termasuk kebijakan dalam dunia
pendidikanpun pada dasarnya semata hanya untuk mendukung terwujudnya impian
besar tersebut. Namun demikian bukan berarti kebijakan tersebut tidak ada
dampak pisitifnya bagi masyarakat Indonesia, justru masyarakat Indonesia terutama
umat Islam bisa mengambil keuntungan besar dari kebijakan-kebijakan Jepang
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
kami ingin membahas dua hal pokok dalam makalah ini yang kami rumuskan dalam
bentuk rumusan masalah sebagai berikut:
2.
Bagaimanapengaruhdari kebijakan tersebut bagi perkembangan pendidikan Islam
di Indonesia?
C. Tujuan Pembahasan
Pembahasan makalah tentang
pendidikan Islam pada masa pemerintahan Jepang ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui
kebijakan pemerintah Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia.
2. Mengetahui
pengaruh yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah Jepang tersebut bagi
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan
pecahnya Perang Dunia II, yang disebabkan oleh invasi tentara kerajaan Jepang
tanggal 7 Desember 1941, maka runtuhlah sistem pemerintahan kolonial dan sekaligus
pula sistem pendidikan yang ada di dalamnya. Pendidikan masa penjajahan militer
Jepang banyak sedikitnya telah pula mengembangkan berbagai hal positif di dalam
pembinaan sistem pendidikan di Indonesia, meskipun pada dasarnya tujuan
pendidikan pada masa Jepang juga tidak beda jauh dengan pendidikan pada masa
pendudukan Belanda yakni semata-mata untuk mendukung kepentingan penjajah yakni
menyediakan tenaga-tenaga buruh kasar secara cuma-cuma (romusha) dan
prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang.
Ada
beberapa hal berkaitan dengan pembinaan sistem pendidikan di masa pendudukan
Jepang, yaitu:
1.
Pendidikan untuk kebutuhan perang Asia Timur Raya.
Tentara pendudukan
Jepang ingin menghapuskan sisa-sisa pengaruh Barat (Belanda) di dalam
masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat antara lain pada kebijakan untuk
menghapuskan bahasa Belanda dalam berbagai tulisan maupun nama toko atau
perkumpulan, kemudian diganti dengan bahasa Indonesia, baik dalam pergaulan
sehari-hari maupun di sekolah-sekolah. Isi pendidikan juga diganti dengan
kebudayaan Jepang.
2.
Dihapusnya sistem dualisme dalam pendidikan.
Pada masa Belanda
pendidikan formal hanya dapat dinikmati oleh kalangan menengah ke atas,
sementara rakyat jelata sama sekali tidak memiliki kesempatan. Dengan
dihapausnya dualisme dalam pendidikan ini maka siapapun boleh mengenyam
pendidikan formal tanpa ada diskriminasi. Inilah tonggak sejarah demokratisasi
pendidikan di Indonesia.
Sebagai
gambaran diskriminasi yang dibuat Belanda, ada 3 golongan dalam masyarakat
yaitu kelompok kulit putih (Eropa), kelompok
Timur Asing (Cina, India, dll) serta kelompok pribumi. Pola seperti ini
mulai dihilangkan oleh pemerintah Jepang. Rakyat dari lapisan manapun berhak
untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan
formal seperti di negaranya yaitu mulai jenjang Sekolah Rakyat (Sekolah
Dasar) 6 tahun, Sekolah
Menengah 3 tahun dan Sekolah Menengah Atas 3 tahun yang akhirnya diadopsi oleh
pemerintah Indonesia serta perguruan tinggi.
3.
Dihapusnya sistem
konkordansi dalam pendidikan.
4.
Bahasa Indonesia mulai dikembangkan sebagai bahasa
pengantar, di samping bahasa Jepang.
5.
Kepedulian Sosial, artinya lembaga pendidikan
diarahkan kepada tujuan perang, mulai pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi.
6.
Pendidikan Kewiraan, yaitu kurikulum sekolah diarahkan
kepada pembinaan pemuda-pemuda untuk menunjang mesin perang Jepang. Para pemuda
dilatih semi militer, baris-berbaris dan latihan perang-perangan.(www.scribd.com/ doc/3182321).
Secara lebih mendetail
tentang kebijakan pemerintah Jepang di bidang pendidikan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Pertama: Mengambil tenaga pribumi dengan
merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan. Upaya ini
dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem Nipponize (Jepangisasi)yang mereka
jalankan di Manchuria dan China. Karena itulah, di Indonesia mereka menggunakan
format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun
menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang menerapkan sistem
Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya para Sendenbu (propagator Jepang) untuk menghancurkan ideologi Indonesia
Raya.
Kedua: melatih guru-guru agar memiliki
keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok
dalam latihan tersebut antara lain: (1) Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu,
yaitu “Kemakmuran Bersama Asia Raya” dengan semboyan Asia
untuk Asia;
(2) Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang; (3) Bahasa,
sejarah dan adat-istiadat Jepang; (4) Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis;
serta (5) Olahraga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan,
Jepang mewajibkan bagi setiap murid untuk rutin melakukan beberapa aktivitas
berikut: tiap pagi di
sekolah-sekolah dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
Upacara pagi dilanjutkan dengan pengibaran bendera Jepang Hinomaru
dan membungkuk untuk menghormat kaisar Jepang Tenno Heika. Tiap hari
para siswa harus mengucapkan sumpah pelajar dalam bahasa Jepang, melakukan taiso
(senam) dan diwajibkan pula melakukan kinrohoshi (kerja bakti). Juga
dibentuk barisan murid-murid Sekolah
Rakyat dan barisan murid-murid Sekolah Lanjutan.
Ketiga: Jepang menginstruksikan ditutupnya
sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan
bahasa-bahasa Eropa lainnya, sehingga memaksa peranakan China kembali ke
sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui,
yang berimplikasi pada adanya proses resinification
(penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi
ini antara lain memaksa para guru untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa asing
kedalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran. Selanjutnya
sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang
bertypevokasional yang bersifat praktis.
Dari uraian di atas dapat ditarik garis
lurus bahwa pendidikan pada masa pendudukan Jepang bersifat memaksa anak-anak
Indonesia agar memiliki jiwa dan semangat sepenuhnya yang bisa mengabdikan diri
pada Jepang dan siap untuk menjadi angkatan perang, para pelajar diharuskan
mengikuti latihan fisik dan militer sertamembangun Semangat Jepang (Nippon
Seizin) dengan semboyan Asia Timur Raya atas dasar Kemakmuran Bersama (Common
Prosperity).
Sedangkan
penyelenggaraan pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu dapat diikhtisarkan
sebagai berikut:
1. Sekolah
Rakyat (Kokumin Gakko). Sekolah ini terbuka untuk umum dan semua golongan
penduduk. Masa pendidikan 6 tahun. Termasuk di dalamnya adalah Sekolah Pertama yang merupakan
perubahan nama dari Sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi kaum pribumi pada masa
pendudukan Belanda.
2. Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko),
dengan lama pendidikan 3 tahun.
3. Sekolah Menengah Tinggi (Koto Chu Gakko)
dengan lama pendidikan 3 tahun. Sekolah ini memiliki pengajaran umum dan
ditujukan untuk menyiapkan para pelajar guna melanjutkan pada sekolah tinggi.
4. Sekolah Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan
bersifat vokasional antara lain di
bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik dan pertanian.
Adapun perguruan tinggi yang ada pada
masa pendudukan Jepang adalah: Sekolah Kedokteran Tinggi (Ika Dai Gakko) di
Jakarta, Sekolah Ahli Obat (Yaku Gakko) di Jakarta, Sekolah Kedokteran Gigi
(Shika Gakko) di Surabaya, Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan di Bogor dan Akademi
Pemerintahan.(Afid Burhanuddin, 2011:3).
Khusus menyangkut pendidikan Islam, kebijakan pemerintah
Jepang lebih menguntungkan dan memberikan ruang gerak yang cukup lapang.Maka
untuk menarik simpati dari pemeluk Islam yang mayoritas di tanah jajahan, Jepang menaruh perhatian yang sangat besar
terhadap pendidikan Islam.Terlebih lagi pada awalnya, pemerintah Jepang
menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam yang merupakan siasat
untuk kepentingan perang Dunia II.
Perhatian Jepang
tersebut diberikan dalam bentuk kebijakan yang pada masa pendudukan Belanda
menjadi suatu impian belaka, yaitu:
1. Mengubah Kantor
Voor Islamistische Zaken (Kantor Urusan Agama) yang pada masa Belanda dipimpin
kaum orientalis menjadi Sumubi yang
dipimpin langsung seorang tokoh muslim berpengaruh yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
2. Pondok
pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang.
3. Sekolah Negeri
diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran Islam.
4. Mengizinkan
pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran
bagi pemuda muslim di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
5. Mengizinkan
berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim,
Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
6. Diizinkannya
ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan
menjadi cikal-bakal lahirnya TNI di zaman kemerdekaan.
7. Diizinkannya
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, biarpun kemudian
dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia(Masyumi) yang
membawahi dua ormas besar Islam yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’.(walidrahmanto.blogspot.com/2011/06).
Ada satu hal yang melemahkan dari aspek
pendidikan yang diterapkan Jepang yakni penerapan sistem pendidikan militer.
Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Siswa
memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan harus mampu
menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan
untuk menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah menggantikan
bahasa Belanda. Untuk itu para guru wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang
diadakan oleh pemerintah Jepang.
Dengan demikian sistem pendidikan yang
diterapkan Jepang di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan
dengan sistem pendidikan yang diterapkan Belanda yakni pendidikan masa
penjajahan Belanda bersifat lebih liberal namun terbatas untuk kalangan
tertentu saja,sementara pada masa Jepang konsep diskriminasi tidak ada tetapi
terjadi penurunan kualitas secara drastis baik dari sisi keilmuan maupun mutu
murid dan guru. Kondisi ini tidak terlepas dari target pemerintah Jepang
melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak kader-kader yang akan mempelopori
dan mewujudkan konsep kemakmuran bersama Asia Timur Raya yang diimpi-impikan Jepang.
Satu hal yang menarik untuk dicermati
adalah adanya pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar masyarakat
Indonesia terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno (Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari (Omiterasi Omikami). Sistem penghormatan
kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan menghadap Tenno, disebut dengan
Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini,
biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (kimigayo). Tidak
semua rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan
Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya perlawanan
yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah
Jawa Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Kebijakan-kebijakan pemerintah Jepang dalam kaitannya dengan pendidikan
Islam cukup banyak, seperti diajarkannya pendidikan agama di
sekolah-sekolahyang dikelola Jepang, didirikannya perguruan tinggi Islam serta
memberikan perhatian dan bantuan terhadap pondok pesantren.
2.
Kebijakan Jepang tersebut memberikan pengaruh cukup besar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam mengingat selama dalam pendudukan
Belanda, pendidikan bagi rakyat menjadi hal yang sangat langka dan hanya bisa
dinikmati orang-orang tertentu saja. Sedangkan pada masa Jepang pendidikan
Islam khususnya diberi ruang penuh untuk berkembang biarpun tetap dalam
pengawasan Jepang. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa tidak ada bangsa
penjajah di manapun yang rela bangsa yang dijajahnya lebih pintar dari yang
menjajah.Dengan kata lain kebijakan yang digariskan Jepang tersebut pada
dasarnya semata-mata untuk mengeksploitasi kekuatan Islam demi mendukung
kepentingan Jepang di tanah jajahan (Indonesia). Ini terbukti pada puncak Perang Dunia II ketika Jepang
mengalami tekanan hebat dari sekutu, maka mulai saat itu pula Jepang
menampakkan sikap kesewenang-wenangan sebagai penjajah yang mengakibatkan
penderitaan lahir batin rakyat Indonesia, khususnya orang-orang Islam sebagai
penduduk mayoritas.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin,
Afid, Pendidikan Indonesia masa Jepang
, 2011.
Tatang
Sy, Landasan Historis Pendidikan
Indonesia, file 2010.
Walidrahmanto.blogspot.com/2011/06/
pendidikan islam pada masa penjajah, 2011.
www.scribd.com/doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar