Pendahuluan
Sejarah
merupakan bagian internal yang tak bisa dilepaskan dari segala aspek kehidupan
manusia. Internalisasi kesadaran akan sejarah mendorong umat manusia untuk
melakukan proses pendefinisian sejarahnya masing-masing. Dalam kajian ilmu
pengetahuan, sejarah adalah bagian dari ilmu kemanusiaan. Pengkajian ilmu
sejarah akan menghantarkan kita pada aspek dimana tuntutan produk sejarah,
yakni informasi dan berita bisa dihasilkan dengan penuh tanggungjawab. Proses
produksi sejarah inilah yang selanjutnya kita kenal dengan istilah
HISTORIOGRAFI.
Dalam
sebuah buku disebutkan bahwa historiografi adalah titik puncak dari seluruh
kegiatan penelitian sejarah yang dilakukan oleh seorang atau lebih sejarawan.
Dalam metodologi sejarah, historiografi merupakan bagian terakhirnya, bagian
pamungkasnya, atau bagian penentu dari bagus tidaknya suatu nilai dari
peristiwa sejarah masa lampau. Munculnya ide menuliskan sejarah sebenarnya
sudah ada sejak zaman dimana manusia belum memasuki babak atau periode sejarah
itu sendiri. Kita bisa melihat, Julius Caesar (100-44 SM), seorang penguasa
kerajaan Romawi, pernah menyuruh kepada bawahannya untuk menuliskan semua hasil
sidang senat pemerintahan kedalam sebuah papan pengumuman (Acta Diurna).
Historiografi
A.
Pengertian
Historiografi
Historiografi
berasal dari bahasa latin history, historia, yang berarti
sejarah, bukti, bijaksana dan graaf. Sedangkan pengertian
harafiah dari historiografi adalah tulisan tentang sejarah. Namun, sebagai
sebuah ilmu, historiografi merupakan bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari
hasil-hasil dari tulisan atau karya sejarah dari generasi ke generasi, dari
jaman ke jaman. Bahkan ada yang mengatakan bahwa historiografi adalah
sejarah dari sejarah. Dengan ilmu historiografi akan dibahas hasil-hasil dari
penulisan sejarah, dari sejak manusia menghasilkan suatu karya sejarah
bagaimanapun sederhana bentuknya, seperti cerita rakyat, legenda, mitos dan
sebagainya sampai pada karya sejarah modern.
Historiografi
adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu
sejarah. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari
metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin akademik.
Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah .
Historiografi
adalah perkembangan
penulisan sejarah dari masa ke masa. Dalam penuliasan sebuah Historiografi
didalamnya memuat mengenai teori dan metodologi sejarah. Historiografi dapat
diartikan sebagai sejarah penulisan
sejarah untuk merekontruksi masa lalu. Dalam historiografi terdapat
pemahaman atau persepsi atau refleksi kultural sejarawan tentang masa lalu
sehingga mengandung arti subjektif. Historiografi
atau sejarah penulisan peristiwa sejarah berkaitan erat dengan aspek geo-histori
dan geo-politik dari sang penulis sejarah. Dalam kesempatan kali ini,
penulis akan membahas mengenai Perkembangan Historiografi Barat dengan
sub-kajian mencakup: kemunculan sejarah sebagai ilmu dan penulisannya,
periodisasi penulisan sejarah Barat, kosmologi dan weltanchaung (world
view) historiografi Barat hingga tokoh sejarawan klasik dan karya sejarahnya.
Pada perkembangannya,
historiografi umum telah mengalami beberapa perubahan orientasi. Aspek
geografis dan antropologis menjadi faktor pemicu. Sebagaimana sudah dijelaskan,
pada masa Yunani, orientasi human interest menjadi satu yang utama dalam
penulisan gejala sosial. Orientasi Yunani lebih mengedepankan aspek masyarakat
umum sebagai unsur dari kerajaan. Sedangkan, Romawi lebih mengedepankan
orientasi kerajaan dengan aktor gerejawan sebagai tokoh penulisnya. Pada zaman
pertengahan, kegiatan penulisan gejala sosial ini masih terciprati oleh unsur
gereja. Hingga abad pencerahan di eropa (renaissance), proses penulisan sejarah
mulai mengalami perubahan ke arah yang lebih luas. Lebih bersifat holistis dan
komprehensif.
B. Konsep
Historiografi.
Para sejarawan berbeda pendapat tentang konsep historiografi
sebagai bahagian dari disiplin ilmu sejarah. Di satu pihak historiografi
dipahami sebagai metode sejarah bila diartikan secara etimologi seperti yang
dikemukakan terdahulu. Dipihak lain historiografi dihubungkan dengan filsafat
sejarah, karena untuk mewujudkan suatu karya sejarah itu senantiasa berurusan
dengan masalah subyektifitas dan obyektifitas sebagai juga yang telah tersinggung
diatas. Dalam bahagian lain historiografi juga memperlihatkan kecenderungan
pengertian sebagai sejarah penulisan sejarah. Penempatan unsur subyektif yang tak terlepas
dari seorang sejarawan dalam memberikan interprestasi terhadap fakta-fakta masa
lampau manusia, demikianpun keharusan-keharusan yang tidak dapat tidak
dilakukan oleh sejarawan dalam merekonstruksi masa lampau dengan kenyataan data
yang sangat terbatas, menjadikan pemahaman terhadap penulisan sejarah itu
sebagai suatu proses subyektif. Dengan demikian penulisan sejarah
(historiografi) itu juga memasuki persoalan-persoalan yang terdapat dalam
lapangan filsafat sejarah.
Harry Elmer Barnes dalam bukunya : A History of Historical Writing mengemukakan pengertian historiografi secara lebih lugas, yaitu : a study of historical writing5, suatu kajian terhadap penulisan sejarah. Untuk tidak mengacaukan pengertiannya dengan kritik sejarah, maka kalangan sejarawan modern lainnya lebih mempertajam pengertian tersebut dengan mengemukakan pengertian historiografi sebagai sejarah penulisan sejarah atau sejarah dari sejarah6. Penempatan historiografi sebagai salah satu bidang ilmu sejarah yang sejajar dengan “Comparative History, Historical Monograph, Theoris and Method dan lain-lain7, telah menjadikan konsep historiografi mengacu kepada suatu tentang kajian historis dari penulisan sejarah yang sudah jadi, yang berbeda dengan spesialisasi-spesialisasi yang dibidangi oleh bidang-bidang lain dari disiplin ilmu sejarah.
C. Tingkat Perkembangan Historiografi.
Perkembangan historiografi
ditentukan oleh tingkat historisitas (kesadaran sejarah) yang mereka miliki ;
sejauhmana mereka memandang bahwa masa lalu harus diungkap secara benar, untuk
apa pengungkapan itu dilakukan dan sebagainya. Perobahan bentuk dan cara
pengungkapan, metode, struktur, isi, maupun gaya bahasa dalam suatu historiografi adalah
merupakan proses yang bergerak mengikuti tingkat kesadaran historisitas itu.
Menurut tingkat perkembangannya, historiografi dibagi kepada dua
priode, yaitu : Tradisional dan Modern.
1.
Historiografi Tradisional.
Bentuk-bentuk
historiografi tradisional adalah merupakan tradisi penuturan dan penulisan yang
berkembang di dalam masyarakat yang kehidupan dan kebudayaannya bersahaja. Oleh
karenanya dapat juga disebut sebagai historiografi primitif.
Ciri-ciri Historiografi Tradisional adalah :
a.
Adanya
suatu visi historiografi tradisional yaitu raja sentries.
b.
Setiap tulisan pujangga selalu mengangkat hal-hal
yang berhubungan dengan raja. (raja biasanya dianggap sebagai titisan dewa).
c.
Dari segi misi, unsur-unsur faktual masih ada,
disampaikan secara halus.
d.
Penyajian dari historiografi tradisional ini lebih
menggunakan simbol. Cerita dibuat dengan suatu simbol-simbol saja.
e.
Sumber-sumber sejarah tradisional yang mendasari historiografi
tradisional cenderung mengabaikan unsur-unsur fakta karena terlalu dipengaruhi
oleh sistem kepercayaan yang dimiliki masyarakat.
f.
Adanya kepercayaan tentang perbuatan magis yang
dilakukan tokoh-tokoh tertentu.
Dalam kenyataannya masyarakat tradisional atau primitif telah menghasilkan beberapa bentuk historiografi yang adakalanya tertulis atau dalam bentuk penuturan lisan. Diantara bentuk-bentuk historiografi tradisional itu ialah :
a. Mitos.
Bentuk mitos adalah penulisan atau penuturan sejarah yang
merupakan penggambaran kenyataan melalui proses emosional dan kepercayaan.
Biasanya mitos mempunyai fungsi membuat masa lampau bermakna dengan memusatkan
kepada bahagian-bahagian masa lampau yang mempunyai sifat tetap dan berlaku
secara umum. Di dalam mitos tidak ada unsur waktu dan tidak ada masalah
kronologi . Bentuk ini di Indonesia
terlihat seperti pada penulisan Tambo pada masyarakat Minangkabau dan Babad di
kalangan masyarakat Jawa.
Dalam masyarakat tradisional
keterikatan antara manusia dengan kekuatan gaib di luar dirinya sangat erat
sekali. Kekuatan tersebut dipercayai sepenuhnya sebagai penentu dan penggerak
semua peristiwa-peristiwa individu dan masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan
kepercayaan serba dewa. Cara hidup dan kepercayaan seperti ini akan senantiasa
terlihat pada penulisan sejarah yang mereka hasilkan. Oleh karenanya dalam
masyarakat tradisional banyak dihasilkan sejarah yang bercorak kepercayaan
dalam bentuk teogoni dan kosmogoni.
b. Genealogis.
Bentuk ini merupakan penggambaran sejarah yang melukiskan
tentang hubungan individu dengan individu lainnya berdasarkan keturunan
(pertalian darah) atau pertautan antara satu generasi dengan generasi yang
lain.
Penulisan genealogis biasanya berkembang dalam masyarakat
tradisional, terutama yang mempunyai pandangan kesukuan yang sangat besar dan
pengungkapannya sering ditujukan sebagai upaya mewujudkan legitimasi atau
pengakuan atas seorang individu dan keturunannya di lingkungan masyarakatnya.
Contoh yang baik untuk bentuk ini ialah seperti kebiasaan masyarakat Arab pra
Islam menuliskan genealogis atau silsilah keturunan mereka, karena tradisi
mufakharah (kesombongan) kesukuan itu sangat menonjol dalam kehidupan mereka.
Bahkan dalam masyarakat Sumeria di lembah Mesopotamia ,
juga ditemukan penulisan-penulisan semacam itu. Di Indonesia juga terdapat
tradisi yang sama, seperti penulisan silsilah dalam masyarakat Jawa dan
masyarakat Minangkabau.
c. Kronik.
Bentuk kronik ialah pengisahan sejarah yang telah didasarkan
atas kesadaran waktu, yaitu dengan menempatkan urutan peristiwa dalam dimensi
waktu tertentu. Bentuk ini setidaknya adalah awal dari sejarah yang berpusat
pada tindakan manusia serta sudah memperlihatkan hal-hal yang esensial bagi
cerita sejarah, yaitu adanya batasan waktu dan urutan sejarah10. Babad Tanah
Jawi dan Serat Jangka Jayabaya dari masyarakat Jawa dan beberapa penulisan
sejarah tradisional di Sulawesi Selatan, agaknya adalah merupakan contoh yang
baik untuk penulisan kronik di Indonesia.
d. Annal.
Annal
adalah pemaparan sejarah masa lalu yang telah menempatkan fakta peristiwa dalam
konteks waktu tertentu, akan tetapi penulisannya sering kali terbebas dari
urutan fakta kronologis. Dalam bentuk ini sudah terlihat adanya jaringan
persepsi dan interpretasi penulisnya, malah sudah terdapat pula penempatan
gejala (fakta) dalam suatu totalitas yang mencerminkan pandangan masyarakat
penganutnya. Annal adalah perkembangan lanjutan dari bentuk kronik, bahkan
bentuk ini dianggap merupakan fase transisi antara penulisan epos tradisional
dengan historiografi modern. Penulisan sejarah bentuk annal seperti ini
terlihat pada penulisan hikayat-hikayat, Sejarah Melayu, dan sebagainya.
2. Historiografi Modern.
Penulisan sejarah tradisional seperti telah dikemukakan
terdahulu, lebih merupakan bahagian karya sastra ketimbang karya sejarah.
Penulisan sejarah di sini lebih banyak mengutamakan kepentingan pesan yang akan
disampaikan, oleh karenanya pengungkapan fakta sering tidak mempertimbangkan
antara yang mungkin dan yang tidak mungkin, serta bercampur aduknya antara
fakta dengan peristiwa-peristiwa fiktif, magis dan sebagainya.
Penulisan sejarah Yunani dan Romawi di Eropa sebelum abad
tengah, seperti Heredotus misalnya dalam mengungkapkan sejarah tentang
masyarakat Yunani dan Mesir kuno, masih terdapat campuran yang membingungkan
antara fakta dan fiksi. Heredotus yang dianggap oleh bangsa Eropa sebagai bapak
sejarah itu menganggap bahwa sejarah hanyalah bertujuan menyampaikan
pesan-pesan. Demikian pula Thucydides (460-399 sM) menulis tentang
Pelopponnesus, walaupun sedikit lebih kritis dibanding dengan Heredotus, namun
ia lebih mengutamakan penulisan sejarah sebagai teladan masa lalu bagi generasi
berikutnya. Livyus, seorang Romawi, telah menulis pula tentang sejarah dalam
bentuk hagiografi , karena ia lebih mementingkan kebesaran Romawi daripada
mengemukakan fakta-fakta yang akurat. Fakta yang ia kemukakan cenderung
bersifat apriori serta lebih banyak ditujukan untuk tujuan-tujuan patriotik dan
politik.
Dengan terciptanya beberapa formula metodologis ini, sejarah
akhirnya menjadi lebih dari sekedar cerita masa lalu, namun suatu pengungkapan
kebenaran pengetahuan tentang masa lalu yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Dengan demikian, sejarah dapat memasuki wilayah epistemologi sebagai
suatu disiplin ilmu, sekaligus merupakan awal bagi historiografi memasuki
periode modern.
Kesimpulan
ü Dengan demikian
dapat disimpulban bahwa secara umum Historiografi adalah ilmu yang
mempelajari praktik ilmu sejarah. Disatu pihak historiografi dipahami sebagai metode sejarah bila
diartikan secara etimologi seperti yang dikemukakan terdahu.
ü Ciri-ciri
Historiografi Tradisional adalah : Adanya suatu visi historiografi tradisional yaitu raja
sentries, setiap tulisan
pujangga selalu mengangkat hal-hal yang berhubungan dengan raja. (raja
biasanya dianggap sebagai titisan dewa), Dari segi misi, unsur-unsur faktual masih
ada, disampaikan secara halus, Penyajian
dari historiografi tradisional ini lebih menggunakan symbol, Cerita dibuat dengan suatu simbol-simbol
saja.
ü Diantara bentuk-bentuk historiografi tradisional itu ialah, Mitos dan. Genealogis.
ü Menurut tingkat perkembangannya, historiografi dibagi kepada dua
priode, yaitu : Tradisional dan Modern, Historiografi Tradisional dan historiografi
modern.
Daftar Fustaka
https:/inihaldastroboy.wordpress.com/2011/06/16/catatan-kecil-historiografi-umum-refleksi-metodologi-sejarah/.
siip
BalasHapus