PENDAHULUAN
Setelah Khilafah Abbasiyah di
Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami
kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa
kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan
budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol
itu, keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan
kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya
Utsmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Utsmani ini
adalah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan
dibanding dua kerajaan lainnya.
Pendiri kerajaan ini adalah
bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara
negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan
kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke
sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan
Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari
tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki
Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Al Tughril,
mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan
sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin
mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah
di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina
wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Perjalanan panjang kerajaan Turki
Utsmani telah melahirkan 35 orang Sultan dengan corak kepemimpinan
masing-masing. Tetapi sebagaimana Dinasti lainnya, hukum sejarah juga berlaku,
bahwa masa pertumbuhan yang diiringi dengan masa gemilang biasanya berakhir
dengan masa kemunduran bahkan mungkin kehancuran
A.
Pemerintahan
Turki Utsmani
keberhasilan ekspansi bangsa
Turki selain strategi dalam bidang kemiliteran tersebut tidak terlepas dengan
bidang pemerintahannya sehingga tercipta jaringan pemerintahan yang teratur,
strategi yang dilakukan Turki adalah:
Dalam mengelola wilayah yang luas
sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas.[1]
Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh
shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Dibawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau
al-‘alawiyah (bupati). Pada masa Muhammad II dibentuklah sebuah divisi
fungsional diantar jabatan perdana menteri, tokoh-tokoh agama, jabatan
administrasi keuangan Negara, dan beberapa keluarga Turki dipulihkan
martabatnya dan diperkenankan menjadi property mereka.
Dimasa Sultan Sulaiman I disusun
sebuah kitab undang-undang (qanun). kitab tersebut diberi nama Multaqa
al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai
datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat
berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.
Sultan, pasukan Jannesari dan
tarekat-tarekat bekerja sama. hal ini terlihat pada Tarekat Bektasyi (Bektasia)
yang memiliki banyak pengikut dari kalangan Janissari, tarekat Maulawi
(Molevis) didukung oleh para sultan untuk menghadang ancaman mereka dari kerjasama
Jannisari-Bektasy.[2] Muhammad
II berusaha mendukung dewan kependetaan mereka Yunani ortodoks dengan mengakui
hak sipil mereka sebagai hak otoritas keagamaan atas jama’ah gereja. Memusatkan
kontrol pemerintahan dengan memberlakukan pemeriksaan pajak dan menggabungkan
beberapa teritori budak yang merdeka ke dalam sistem timar, dan memberlakukan
kitab-kitab hukum secara sistematis yang memuat organisasi negara dan kewajiban
warga Negara.
Sultan Usmani menggabungkan
dimensi patrimonial Islam dan dimensi imperial. Negara merupakan rumah
tangganya, rakyat merupakan pembantu pribadinya. Tentara merupakan budaknya
yang secara pribadi harus setia kepadanya. Teritorial Imperium merupakan
properti pribadinya, bahkan sebagian diberikan kelompok penguasa dalam bentuk
iqta’. Pengalihan hak atas pendapatan Negara dalam bentuk apapun tidaklah
dipandang sebagai penyimpangan atas kepemilikan absolute sang sultan.
salah satu konsep yang diterapkan
oleh Usmani adalah perbedaan antara askeri dan re’aya yaitu antara kalangan
elit penguasa dan yang dikuasai, elit pemerintah dan warga Negara, antar
tentara dan pedagang, antara petugas pemungut pajak dan pembayar pajak.
seseorang dapat menjadi elit Usmani melalui kelahiran (keturunan) atau melalui
pendidikan sekolah-sekolah kerajaan, kemiliteran atau pendidoikan sekolah
keagamaan.
masyarakat awam muslim merupakan
sebuah warga atau penduduk awam, diorganisasikan dalam sebuah cara yang
sejenis. Pihak Usmani dengan tegas mem,bawanya dibawah pengendalian Negara. Hal
ini dikarenakan untuk memperluas
dukungan terhadap elit ulama dan sufi. Dukungan Usmani ini mengantarkan pada
pengorganisasian sebuah sistem pendidikan madrasah yang tersebut luas.
Dalam menjalankan pemerintahan,
pemimpin Turki Usmani menggunakan dua gelar sekaligus, yaitu Khalifah dan
Sultan. Sultan bergerak dalam bidang atau urusan duniawi, sedangkan Khalifah
berkuasa dibidang agama dan spiritual. Dalam menjalankan roda pemerintahan
Sultan atau Khalifah dibantu oleh seorang mufti atau Syaikh Al-Alawiyah yang
mempunyai wewenang untuk mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan
wewenang spiritual. Dan Sadr Al-A’zam atau perdana menteri yang membantu tugas
Sultan dalam menguruh hal duniawi.
Wilayah Turki Usmani dibagi
menjadi beberapa propinsi yang masing-masing propinsi dipimpin oleh seorang
gubernur yang bergelar Pasha. Seorang gubernur dalam menjalankan
pemerintahannya dibantu oleh seorang Zanaqiq atau Al-Alawiyah yaitu seorang
bupati. Propinsi-propinsi tersebut adalah :
a. Iraq, terdiri atas 4 propinsi yaitu : Baghdad,
Basra, Mosul, Shahrizur.
b. Syria, terdiri dari 4 propinsi yaitu : Aleppo,
Damaskus, Tripoli, Sudan.
c. Arab, terdiri dari 2 propinsi yaitu : Hijaz dan
Yaman.
d. Afrika terdiri dari 4 propinsi yaitu : Mesir,
Tripoli, Tunis, Aljazair.
Dinasti Usmaniyyah mempertahankan
perbatasan Islam dan mengadakan ekspansi, mereka berseteru dengan dinasti
Shafawiyyah untuk memperebutkan Anatholia dan Irak. Dinasti Shafawiyyah
memproklamirkan Syiah sebagai agama resmi dinasti, sedangkan dinasti Usmaniyyah
menganut ajaran Sunni seiring dengan perluasan imperium yang meliputi pula
pusat-pusat budaya tinggi Islam perkotaan.[3]
1.
Penaklukkan
konstantinapel
Pada tahun 1453 M, bertepatan
dengan masa pemeritahan muhammad Al – fatih atau muhammad II, pasukan tentara
utsmani berhasil menaklukkan kontantinapel. Kemudian sultan muhammad memasuki
konstantinapel dan merubah gerejaaya shopia menjadi masjid Aya sopia. Sesudah
penaklukkan konsatantinapel sultan Muhammad al – fatih melakukan penataan hal
ikhwal orang – orang yunani (romawi). Dalam penataan tersebut sultan tetap
memberi kebebasan pihak gereja seperti yang dilakukan oleh para pendahulunya
mengakui sesuia dengan ajaran islam yang menghormati keyakinan suatu agama.
2.
Penaklukan
syiria dan mesir
Perekonomian daulat mamalik di
mesir dan disyiria di penghujung abad xv M mengalami kemunduran dikarenakan
portugis berhasil menemukan jalan laut tanjung harapan. Dengan demikian
terjalinlah hubungan dagang langsung antarA EROPA dengan india eropa tanpa
harus melintasi pelabuhan2 mesir dan Arab. Tekanan ekonomi yangmelanda
pemerintah mamalik adalah salah satu faktor yang mendorong turki utsmani
berambisi untuk menaklukkan mesir dan syiria. t rki utsmani berhasil
menaklukkansyiria pada tahun 1516 M dan menaklukkan mesir pada tahun 1517 M.
3.
Penaklukan
pada masa Sultan sulaiman di eropa dan di asia
Puncak zaman keemasan turki
utsmani terjadi pada masa sultan sulaiman al – qanuni sultan sulaiman agung.
Pada masa sultan sulaiman wilayah imperium turki utsmani membentang meliputi
wilayah yang sangat luas baik dieropa maupun di di benua asia dan benua afrika.
Pada masa sulatan sulaiman, belgrado, dan puau rhodes dapat diduduki (1522 M).
Pada tahun 1526 M, perang mohawks yang pertama antara pasukan utsmani dengan
pasukan kerajaan hongaria meletus. Pihak utsmani dapat mengalahkan pihak musuh
dan rajanya louis terbunuh. Kemudian ketika pangeran translavia dan raja
austria berselisih mengenai tahta kerajaan hmgaria,sultan sulaiman membawa
pangeran translavia. Selanjutnya iaberhasil menduduki budapest.[4]
B.
KEMAJUAN
TURKI USMANI
Dari kemajuan-kemajuan kerajaan
Turki Usmani yang telah diukirnya, bidang militerlah yang lebih menonjol. Hal
ini dibuktikan dengan suksesnya perluasan wilayah dari Benua Asia sampai dengan
Benua Eropa. Tumbangnya dua kerajaan adidaya di tangan Turki Usmani membuktikan
hegemoni kekuatan militernya. Namun di samping kekuatan militer ada juga
kemajuan lain yang dicapai, diantaranya sebagai berikut :
- Sosial Politik dan
Administrasi Negara
Kemajuan dan perkembangan ekspansi
kerajaan Usmani berlangsung dengan cepat, hal ini diikuti pula oleh kemajuan
dalam bidang politik, terutama dalam hal mempertahankan eksistensinya sebagai
negara besar. Hal ini berkaitan erat dengan sistem pemerintahan yang diterapkan
para pemimpin Dinasti ini. Selain itu, tradisi yang berlalu saat itu telah
membentuk stratifikasi yang membedakan secara menyolok antara kelompok penguasa
(small group of rulers) dan rakyat biasa (large mass). Penguasa yang begitu
kuat itu bahkan memiliki keistimewaan: (1) pengakuan dari bawahan untuk loyal
pada Sultan dan negara, (2) penerimaan dan pengamalan, serta sistem berfikir
dalam bertindak dalam agama yang dianut merupakan kerangka yang integral, (3)
pengetahuan dan amalan tentang sistem adat yang rumit. Yang terpenting adalah
bahwa para pejabat dalam hal apapun tetap sebagai budak Sultan. Tugas utama
seluruh warga negara, baik pejabat maupun rakyat biasa adalah mengabdi untuk
keunggulan Islam, melaksanakan hukum serta mempertahankan keutuhan imperium.
Sebagai struktur masyarakatnya
sangat heterogen, Dinasti Usmani mempunyai kekuasaan yang menentukan nasib
warga Timur Tengah dan Balkan, sampai pada tingkat yang luar biasa. Dinasti
Usmani tersebut mendominasi, mengendalikan dan membentuk masyarakat yang
dikuasainya. Salah satu konsep utama yang diterapkan oleh Usmani adalah
perbedan antara askeri dan ri’aya, yakni antara kalangan elit penguasa dan yang
dikuasai, elit pemerintah dan warga Negara, antara tentara dan pedagang, antar
petugas pemungut pajak dan pembayar pajak. Bahkan, untuk menjadi kelas penguasa
seseorang harus dididik dalam kebahasaan dan tata cara yang khusus yang disebut
dengan tata cara Usman. Seseorang dapat menjadi elit Usmani melalui keturunan
atau melalui pendidikan sekolah-sekolah kerajaan, kemiliteran atau pendidikan
sekolah keagamaan.
Sebagai berikut adalah struktur
pemerintahan negara kekhilafahan Turki Utsmany[5]:
1.
Khalifah.
2.
Para
Mu'awin (Wuzrat
at-Tafwidh), yakni para pembantu Khalifah dalam
bidang pemerintahan.
3.
Wuzarat at-Tanfidz, yakni para pembantu Khalifah dalam bidang
administrasi.
4.
Para
Wali (Gubernur).
5.
Amirul
Jihad.
6.
Departeman
Keamanan Dalam Negeri.
7.
Departemen
Luar Negeri.
8.
Departemen
Industri.
9.
Peradilan.
10. Departemen-Departemen Negara untuk Pelayanan
Masyarakat).
11. Baitul Mal (Kas Negara).
12. Departemen Penerangan.
13. Majelis Umat.
- Bidang Militer
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama
adalah orang-orang yang kuat sehingga dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan
luas. Kemajuan kerajaan Usmani tidak semata mata karena keunggulan politik para
pemimpinnya. Faktor-faktor tersebut adalah keberanian, keterampilan,
ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana
saja.
Strategi yang dilakukan diantaranya adalah:
Kekuatan militer diorganisasi dengan baik dan
teratur. Untuk pertama kali dilakukan ketika terjadi kontak senjata dengan
Eropa yang mencapai kemenangan. Ekspansi kerajaan ini pertama kalinya lebih
banyak ditujukan ke Eropa Timuryang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan
agama islam. Mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer. Hal ini
dilakukan Orkhan ketika kesadaran prajuritnya menurun.
Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh
Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga
diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan
sebagai anggota, anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing
dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil
dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau
Inkisyariah. Pasukan Inkisyariah adalah tentara utama Dinasti Usmani yang
terdiri dari bangsa Gerrgia dan Armenia yang baru masuk islam.[6]
Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang
paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan
negeri-negeri non muslim.[7]
Disamping
Jenissari, ada lagi prajurit dari
tentara kaum feudalyang dikirim kepada pemerintah pusat yaitu kelompok militer
Thaujiah. Kelompok ini mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan Tuki
Usmani terutama dalam pembenahan Angkatan laut. Sehingga pada abad ke-16
angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.
Tabiat bangsa turki
yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan yang
diwarisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah menyebabkan fokus kegiatan mereka
juga lebih menonjol dalam bidang militer.
pasukan Turki
terus diperbesar dengan merekrut pendatang-pendatang baru orang-orang Turkmen
dari timur, yang ingin menjadi ghazi atau prajurit iman melawan orang Kristen,
dan dari ghazi-ghazi inilah dinasti Usmnaniyyah mendapatkan tradisi militer dan
semangat yang member jalan baginya untuk berkembang dan maju dan akhirnya
mencaplok semua kesultanan Turki lainnya yang lebih statis.[8]
Lima faktor yang menyebabkan kesuiksesan Dinasti
Usmani dalam perluasan wilayah Islam, diantaranya:[9]
i.
Kemampuan
orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita
memperoleh ghonimah (harta rampasan perang).
ii.
sifat
dan karakter orang Turi yang selalu ingin m,aju da tidak pernah diam serta gaya
hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.
iii.
semangat
jihad dan ingin mengembangkan Islam.
iv.
Letak
Istanbul yang sangat strategis sebagai ibu kota kerajaan jugasangat menunjang
kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia.
v.
Kondisi
kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani
menglahkannya.
kerajaan Turki Usmani telah mampu
menciptakan pasukan militer yang mampu mengubah Negara Turki menjadi Mesin
perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang amat besar dalam
penaklukan negeri-negeri non Muslim. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai
anggota, bahkan anak-anak Kristen di asramakan dan dibimbing dalam suasana
Islam untuk dijadikan prajurit.
Ketika terjadi kekisruan ditubuh
militer, maka Orkhan mengadakan perombakan dan pembaharuan, yang dimulai dari
pemimpin-pemimpin personil militer. Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer baru yang disebut dengan pasukan Janissari atau
Inkisyariyah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin
perang yang paling kuat dan memberikan dorongan kuat dalam penaklukan negeri
Non Muslim. Selain itu, ada juga ada juga tentara feodal yang dikirim kepada
pemerintah pusat, pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah.[10]
Keberhasilan ekspansi wilayah
dibarengi dengan terciptanya jaringan pemerintah yang teratur. Di masa Sulaiman
I, disusunlah sebuah kitab undang-undang (qonun) yang diberi nama Multaqa
al-Abhur. Kitab ini menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai
datangnya reformasi abad ke-19.
Pengelolaan administrasi
pemerintah tidaak hanya terbatas sampai ketingkat propinsi, tetapi selanjutnya
diefektifkan dengan membentuk daerah-daerah tingkat II yang dikepalai
masing-masing seorang kepala daerah (sanjaks). Di tingkat pusat, di samping ada
sultan ada grand vizier (perdana menteri) yang dibantu oleh beberapa
pembantu,diantaranya oleh para ulama yang berfungsi sebagai lembaga pemberi
fatwa atau dewan pertimbangan.
Sebuah administrasi birokratik
sangat diperlukan dalam pengkajian militer budak. Orkhan (1324-1360) melantik
seorang wazir untuk menangani administrasi dan kemiliteran pusat dan mengangkat
sejumlah gubernur sipil untuk sejumlah propinsi yang ditaklukkan. Kepala-kepala
jabatan disatukan dalam sebuah dewan kerajaan. Lantaran Dinasti Usmani semakin
meluas, beberapa propinsi yang semula merupakan daerah jajahan yang harus
menyerahkan upeti digabungkan menjadi sebuah sistem administrasi. Unit
propensial yang terbesar, yang dinamakan baylerbayliks, dibagi menjadi
sanjak-bayliks dan selanjutnya dibagi-bagi menjadi timarliks yang distrik
tersebut diserahkan kepada pejabat-pejabat militer sebagai pengganti gaji
mereka. Pada abad ke-16, term vali telah menggantikan baylerbayliks dengan
pengertian seorang gubernur, dan term eyelet digunakan dengan arti propisi di
Eropa, yakni Rumania dan Transilvania, Crimea, dan beberapa distrik di Anotalia
yang berada dalam pengawasan masyarakat Kurdi dan Turki tetap berlangsung
sebagai propinsi semi mereka yang wajib menyerahkan upeti.
- Bidang Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan
Dalam bidang pendidikan, Dinasti
Usmani mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan madrasah
yang tersebar luas. Madrasah Usmani pertama didirikan di Izmir pada tahun 1331,
ketika itu sejumlah ulama di datangkan dari Iran dan Mesir untuk mengembangkan
pengajaran Muslim dibeberapa teritorial baru.
Tapi hal ini tidak begitu
berkembang, karena Turki Usmani lebih memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang
kemiliteran, sehingga dalam khazanah Intelektual Islam kita tidak menjumpai
ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.
Dalam bidang ilmu pengetahuan,
memang kerajaan Turki Usmani tidak menghasilkan karya-karya dan
penelitian-penelitian ilmiah seperti di masa Daulah Abbasiyah. Kajian-kajian
ilmu keagamaan, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan
tidak mengalami perkembangan yang berarti. Ulama hanya suka menulis buku dalam
bentuk syarah (penjelasan), dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya
klasik yang telah ada. Namun dalam bidang seni arsitektur, Turki Usmani banyak
meninggalkan karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Masjid Jami’
Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub al-Anshary serta
masjid yang dulu asalnya dari gereja Aya Sophia. Masjid tersebut dihiasi dengan
kaligrafi oleh Musa Azam. Pada masa Sulaiman di kota-kota besar lainnya banyak
dibangun masjid, sekolah rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air,
villa, dan pemandian umum.
- Bidang Ekonomi dan Keuangan
Negara
Karena Turki mengusai beberapa
kota pelabuhan utama, seperti pelabuhan-pelabuhan sepanjang laut tengah (Afrika
Utara), pelabuhan laut merah, teluk Persia, pelabuhan di Siria (pantai Libanon
sekarang), pantai Asia Kecil dan yang paling strategis adalah pelabuhan
Internasional Konstantinopel yang menjadi penghubung Timur dan Barat waktu itu,
maka Turki menjadi penyelenggara perdagangan, pemungut pajak (cukai) pelabuhan
yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi Turki.
Keberhasilan Turki Usmani dalam
memperluas kekuasaan dan penataan politik yang rapi, berimplikasi pada kemajuan
social ekonomi Negara, tercatat beberapa kota industri yang ada pada waktu itu,
antara lain: (a) Mesir yang memperoleh produksi kain sutra dan katun, (b)
Anatoli memproduksi bahan tekstil dan wilayah pertanian yang subur. Kota
Anatoli merupakan kota perdagangan yang penting di rute Timur dalam
perindustrian dalam hasil industri dan pertanian di Istambul, polandia dan
Rusia. Para pedagang dari dalam maupun dari luar negeri berdatangan sehingga
wilayah Turki menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu.[11]
Selain dari sumber perdagangan,
Turki Usmani memiliki sumber keuangan Negara yang sangat besar, yaitu dari
harta rampasan perang, dari upeti tanda penaklukkan negara-negara yang
ditundukkan serta dari orang-orang zhimmi.
C.
Birokrasi
Utsmaniyah Tradisional
Birokrat-birokrat dinasti
Usmaniyyah yang dilatih dalam sistem istana dan bukan di madrasah atau di
sekolah agama memiliki suatu pandangan lain terhadap hubungan timbal balik
antara politik dan agama. Pandangan mereka dilukiskan sebagai mengutamakan
rasion d’etat. Birokrat Usmaniyyah melihat pemeliharaan kesatuan negara dan
kemajuan Islam sebagai tugasnya. Ini diungkapkan dalam rumusan Din U devlet
(din wa daulat) atau agama dan negara. Tetapi aspek paling efektif dari kontrol
pemerintahan Usmaniyyah terhadap lembaga Ulama, yaitu hirarki orang-orang
berilmu atau memiliki pengetahuan keagamaan.[12]
Setelah ada birokrasi Usmaniyyah
terjadi perubahan baik di dalam negeri kebanyakan diantara mereka telah
menjalani suatu reaksi keagamaan dan politis yang garis besarnya sejajar
sama-sama menuju masa depan yang belum pasti, tetapi ini berlaku di Mesir dan
Nahas Via Faruq ke Najib, di Suriah, di Iran. Bahwa kita melihat kemerosotan
dan keruntuhan pemerintahan parlementer dan pertumbuhan diktator. Tetapi toh
hal tersebut terjadi dimana-mana. Turki telah menjadi dewan Eropa dan sesudah
itu anggota Pakta Atlantik yang menjadikan semangat Turki lebih besar dari
negara-negara lain.
Adapun kebijakan luar negeri
Turki telah berjalan sejajar dengan negara-negara lain, karena perkembangan di
dalam negeri yang serupa. Suatu gerak Westernisasi yang sukses dan kontinyu,
suatu pertumbuhan dan perbaikan pemerintahan berparlemen.[13]
Pada puncak sistem kendali
imperium yang luas ini bertahta seorang penguasa keluarga kerajaan “keluarga
Usman”. Otoritas kekuasaan terletak pada keluarga dan bukan pada anggota yang
ditunjuk, tidak ada hukum baku yang mengatur pergantian kekuasaan, yang ada
hanyalah tradisi suksesi damai dan pemerintahan yang panjang hingga awal abad
ke-17 M. Penguasa selalu digantikan oleh salah seorang putranya, akan tetapi
setelah itu yang lazim berlaku adalah manakah keluarga tertua, sang penguasa
hidup di tengah-tengah keluarga besar di dalamnya termasuk para Harem berikut
pengawalnya, pelayan pribadi, tukang kebun, dan penjaga istana.
Kedudukan dibawah penguasa
ditempati oleh Sadr-i azam (pejabat tinggi) atau dalam bahas Inggris lazim
Grand Vizier (Menteri Besar). Setelah periode pertama dinasti Usmaniyyah,
Sadr-i azam tadi dianggap memiliki kekuasaan mutlak yang berada langsung
dibawah sang penguasa, ia dibantu oleh sejumlah wazir lain yang mengendalikan
militer dan pemerintah provinsi serta pelayanan sipil. Sebagian besar militer
Usman merupakan kekuatan kafaleri yang direkrut dari orang-orang Turki dan
penduduk lain dari Anatholia dan pedesaan Balkan, kafaleri dibantu oleh
sejumlah prajurit dan diberi hak pengumpulan dan penyimpan pajak atas lahan
pertanian sebagai imbalan atas pelayanan yang mereka berikan. Sistem ini
dikenal dengan sistem Timar.
Pada abad ke-16 M, mulai
berkembang birokrasi yang rumit (kalemiye), yakni birokrasi yang terdiri dari
dua kelompok besar, yaitu :
1. Sekretaris yang mempersiapkan secara seksama
dokumen-dokumen pemerintah, peraturan dan tanggapan terhadap petisi.
2. Para petugas yang menjaga keuangan, penilaian
terhadap aset yang terkena pajak serta catatan mengenai berapa besar jumlah
pajak yang terkumpul.[14]
Pada paruh pertama abad ke-17 M,
terdapat periode ketika kekuasaan pemerintah melemah, ada beberapa alasan
mengapa hal ini terjadi, salah satunya adalah inflasi, dan hal ini diikuti oleh
kebangkitan kembali kekuatan pemerintahan tetapi dalam format yang berbeda,
yakni menteri besar menjadi lebih kuat, jalur promosi menjadi lebih banyak
lewat keluarga istana menteri besar dan para pejabat tinggi lainnya daripada
lewat keluarga istana penguasa.
Imperium cenderung berubah menjadi Oligarkhi.
Para pejabat yang kuat dan mereka ini terikat oleh sentimen Asykhabiyah, karena
tumbuh dalam rumah tangga yang sama, pendidikan yang sama dan tidak jarang oleh
kekerabatan dan perkawinan. Jadi, setelah pada paruh pertama abad ke-17 M,
organisasi dan pola aktivitas pemerintahan sudah mencerminkan ideal kerajaan
Persia (menurut Nizham al-Muluk -penulis tema sejenis-), maksudnya para
penguasa harus menjaga jarak dengan lapisan masyarakat yang berbeda agar dapat
mengatur aktifitas masyarakat dan memelihara harmonis segenap lapisan.[15]
KESIMPULAN
Keberhasilan Turki Usmani dalam ekspansi maupun dalam bidang
pemerintahan tidak terlepas dari peran militer dan tentara mereka terutama
terbentuknya kelompok militer baru yang menjadi mesin perang dan paling kuat
yaitu Jenissari. faktor utama yang mempermudah Turki melakukan penyerangan
adalah kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti
Usmani mengalahkannya.
keberhasilan yang dicapai juga merupakan jihad untuk mengembangkan islam
seluas mungkin ke berbagai daerah, dimana kemajuan dan perkembangan ekspansi
kerajaan Usmani yang demikian l;uas dan berlangsung dengan cepat tersebut
diikuti pila oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain.
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasat
Islamiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
135
[3]Albert Hourani, Sejarah
Bangsa-Bangsa Muslim, Mizan, Bandung, 2004, hal. 422-426.
[4] Syalabi, Ahmad. 1998. Sejarah dan Kebudayaan
Islam Imperium Turki Ustmani. Jakarta : Kalam Mulia, hal.98
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasat
Islamiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
133- 135
[11] Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), jilid I dan II, terj,
hal. 498
[12] Harun Nasution,
Perkembangan Modern dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1985, hal.
201-222
[13] Gustave E. Von G., Islam
Kesatuan dalam Beragama, Yayasan Obor Indonesia dan LSI, Jakarta, hal. 357-358.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar