Kamis, 07 Mei 2015

PEMERINTAHAN TURKI UTSMANI

PENDAHULUAN

Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu, keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Utsmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Utsmani ini adalah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Al Tughril, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Perjalanan panjang kerajaan Turki Utsmani telah melahirkan 35 orang Sultan dengan corak kepemimpinan masing-masing. Tetapi sebagaimana Dinasti lainnya, hukum sejarah juga berlaku, bahwa masa pertumbuhan yang diiringi dengan masa gemilang biasanya berakhir dengan masa kemunduran bahkan mungkin kehancuran











A.     Pemerintahan Turki Utsmani
keberhasilan ekspansi bangsa Turki selain strategi dalam bidang kemiliteran tersebut tidak terlepas dengan bidang pemerintahannya sehingga tercipta jaringan pemerintahan yang teratur, strategi yang dilakukan Turki adalah:
Dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas.[1] Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Dibawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-‘alawiyah (bupati). Pada masa Muhammad II dibentuklah sebuah divisi fungsional diantar jabatan perdana menteri, tokoh-tokoh agama, jabatan administrasi keuangan Negara, dan beberapa keluarga Turki dipulihkan martabatnya dan diperkenankan menjadi property mereka.
Dimasa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.
Sultan, pasukan Jannesari dan tarekat-tarekat bekerja sama. hal ini terlihat pada Tarekat Bektasyi (Bektasia) yang memiliki banyak pengikut dari kalangan Janissari, tarekat Maulawi (Molevis) didukung oleh para sultan untuk menghadang ancaman mereka dari kerjasama Jannisari-Bektasy.[2] Muhammad II berusaha mendukung dewan kependetaan mereka Yunani ortodoks dengan mengakui hak sipil mereka sebagai hak otoritas keagamaan atas jama’ah gereja. Memusatkan kontrol pemerintahan dengan memberlakukan pemeriksaan pajak dan menggabungkan beberapa teritori budak yang merdeka ke dalam sistem timar, dan memberlakukan kitab-kitab hukum secara sistematis yang memuat organisasi negara dan kewajiban warga Negara.
Sultan Usmani menggabungkan dimensi patrimonial Islam dan dimensi imperial. Negara merupakan rumah tangganya, rakyat merupakan pembantu pribadinya. Tentara merupakan budaknya yang secara pribadi harus setia kepadanya. Teritorial Imperium merupakan properti pribadinya, bahkan sebagian diberikan kelompok penguasa dalam bentuk iqta’. Pengalihan hak atas pendapatan Negara dalam bentuk apapun tidaklah dipandang sebagai penyimpangan atas kepemilikan absolute sang sultan.
salah satu konsep yang diterapkan oleh Usmani adalah perbedaan antara askeri dan re’aya yaitu antara kalangan elit penguasa dan yang dikuasai, elit pemerintah dan warga Negara, antar tentara dan pedagang, antara petugas pemungut pajak dan pembayar pajak. seseorang dapat menjadi elit Usmani melalui kelahiran (keturunan) atau melalui pendidikan sekolah-sekolah kerajaan, kemiliteran atau pendidoikan sekolah keagamaan.
masyarakat awam muslim merupakan sebuah warga atau penduduk awam, diorganisasikan dalam sebuah cara yang sejenis. Pihak Usmani dengan tegas mem,bawanya dibawah pengendalian Negara. Hal ini   dikarenakan untuk memperluas dukungan terhadap elit ulama dan sufi. Dukungan Usmani ini mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan madrasah yang tersebut luas.
Dalam menjalankan pemerintahan, pemimpin Turki Usmani menggunakan dua gelar sekaligus, yaitu Khalifah dan Sultan. Sultan bergerak dalam bidang atau urusan duniawi, sedangkan Khalifah berkuasa dibidang agama dan spiritual. Dalam menjalankan roda pemerintahan Sultan atau Khalifah dibantu oleh seorang mufti atau Syaikh Al-Alawiyah yang mempunyai wewenang untuk mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan wewenang spiritual. Dan Sadr Al-A’zam atau perdana menteri yang membantu tugas Sultan dalam menguruh hal duniawi.
Wilayah Turki Usmani dibagi menjadi beberapa propinsi yang masing-masing propinsi dipimpin oleh seorang gubernur yang bergelar Pasha. Seorang gubernur dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh seorang Zanaqiq atau Al-Alawiyah yaitu seorang bupati. Propinsi-propinsi tersebut adalah :
a. Iraq, terdiri atas 4 propinsi yaitu : Baghdad, Basra, Mosul, Shahrizur.
b. Syria, terdiri dari 4 propinsi yaitu : Aleppo, Damaskus, Tripoli, Sudan.
c. Arab, terdiri dari 2 propinsi yaitu : Hijaz dan Yaman.
d. Afrika terdiri dari 4 propinsi yaitu : Mesir, Tripoli, Tunis, Aljazair.
Dinasti Usmaniyyah mempertahankan perbatasan Islam dan mengadakan ekspansi, mereka berseteru dengan dinasti Shafawiyyah untuk memperebutkan Anatholia dan Irak. Dinasti Shafawiyyah memproklamirkan Syiah sebagai agama resmi dinasti, sedangkan dinasti Usmaniyyah menganut ajaran Sunni seiring dengan perluasan imperium yang meliputi pula pusat-pusat budaya tinggi Islam perkotaan.[3]
1.      Penaklukkan konstantinapel
Pada tahun 1453 M, bertepatan dengan masa pemeritahan muhammad Al – fatih atau muhammad II, pasukan tentara utsmani berhasil menaklukkan kontantinapel. Kemudian sultan muhammad memasuki konstantinapel dan merubah gerejaaya shopia menjadi masjid Aya sopia. Sesudah penaklukkan konsatantinapel sultan Muhammad al – fatih melakukan penataan hal ikhwal orang – orang yunani (romawi). Dalam penataan tersebut sultan tetap memberi kebebasan pihak gereja seperti yang dilakukan oleh para pendahulunya mengakui sesuia dengan ajaran islam yang menghormati keyakinan suatu agama.
2.      Penaklukan syiria dan mesir
Perekonomian daulat mamalik di mesir dan disyiria di penghujung abad xv M mengalami kemunduran dikarenakan portugis berhasil menemukan jalan laut tanjung harapan. Dengan demikian terjalinlah hubungan dagang langsung antarA EROPA dengan india eropa tanpa harus melintasi pelabuhan2 mesir dan Arab. Tekanan ekonomi yangmelanda pemerintah mamalik adalah salah satu faktor yang mendorong turki utsmani berambisi untuk menaklukkan mesir dan syiria. t rki utsmani berhasil menaklukkansyiria pada tahun 1516 M dan menaklukkan mesir pada tahun 1517 M.


3.      Penaklukan pada masa Sultan sulaiman di eropa dan di asia
Puncak zaman keemasan turki utsmani terjadi pada masa sultan sulaiman al – qanuni sultan sulaiman agung. Pada masa sultan sulaiman wilayah imperium turki utsmani membentang meliputi wilayah yang sangat luas baik dieropa maupun di di benua asia dan benua afrika. Pada masa sulatan sulaiman, belgrado, dan puau rhodes dapat diduduki (1522 M). Pada tahun 1526 M, perang mohawks yang pertama antara pasukan utsmani dengan pasukan kerajaan hongaria meletus. Pihak utsmani dapat mengalahkan pihak musuh dan rajanya louis terbunuh. Kemudian ketika pangeran translavia dan raja austria berselisih mengenai tahta kerajaan hmgaria,sultan sulaiman membawa pangeran translavia. Selanjutnya iaberhasil menduduki budapest.[4]
B.     KEMAJUAN TURKI USMANI
Dari kemajuan-kemajuan kerajaan Turki Usmani yang telah diukirnya, bidang militerlah yang lebih menonjol. Hal ini dibuktikan dengan suksesnya perluasan wilayah dari Benua Asia sampai dengan Benua Eropa. Tumbangnya dua kerajaan adidaya di tangan Turki Usmani membuktikan hegemoni kekuatan militernya. Namun di samping kekuatan militer ada juga kemajuan lain yang dicapai, diantaranya sebagai berikut :
  1. Sosial Politik dan Administrasi Negara
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani berlangsung dengan cepat, hal ini diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang politik, terutama dalam hal mempertahankan eksistensinya sebagai negara besar. Hal ini berkaitan erat dengan sistem pemerintahan yang diterapkan para pemimpin Dinasti ini. Selain itu, tradisi yang berlalu saat itu telah membentuk stratifikasi yang membedakan secara menyolok antara kelompok penguasa (small group of rulers) dan rakyat biasa (large mass). Penguasa yang begitu kuat itu bahkan memiliki keistimewaan: (1) pengakuan dari bawahan untuk loyal pada Sultan dan negara, (2) penerimaan dan pengamalan, serta sistem berfikir dalam bertindak dalam agama yang dianut merupakan kerangka yang integral, (3) pengetahuan dan amalan tentang sistem adat yang rumit. Yang terpenting adalah bahwa para pejabat dalam hal apapun tetap sebagai budak Sultan. Tugas utama seluruh warga negara, baik pejabat maupun rakyat biasa adalah mengabdi untuk keunggulan Islam, melaksanakan hukum serta mempertahankan keutuhan imperium.
Sebagai struktur masyarakatnya sangat heterogen, Dinasti Usmani mempunyai kekuasaan yang menentukan nasib warga Timur Tengah dan Balkan, sampai pada tingkat yang luar biasa. Dinasti Usmani tersebut mendominasi, mengendalikan dan membentuk masyarakat yang dikuasainya. Salah satu konsep utama yang diterapkan oleh Usmani adalah perbedan antara askeri dan ri’aya, yakni antara kalangan elit penguasa dan yang dikuasai, elit pemerintah dan warga Negara, antara tentara dan pedagang, antar petugas pemungut pajak dan pembayar pajak. Bahkan, untuk menjadi kelas penguasa seseorang harus dididik dalam kebahasaan dan tata cara yang khusus yang disebut dengan tata cara Usman. Seseorang dapat menjadi elit Usmani melalui keturunan atau melalui pendidikan sekolah-sekolah kerajaan, kemiliteran atau pendidikan sekolah keagamaan.
Sebagai berikut adalah struktur pemerintahan negara kekhilafahan Turki Utsmany[5]:
1.    Khalifah.
2.    Para Mu'awin (Wuzrat at-Tafwidh), yakni para pembantu Khalifah dalam bidang pemerintahan.
3.    Wuzarat at-Tanfidz, yakni para pembantu Khalifah dalam bidang administrasi.
4.    Para Wali (Gubernur).
5.    Amirul Jihad.
6.    Departeman Keamanan Dalam Negeri.
7.    Departemen Luar Negeri.
8.    Departemen Industri.
9.    Peradilan.
10. Departemen-Departemen Negara untuk Pelayanan Masyarakat).
11. Baitul Mal (Kas Negara).
12. Departemen Penerangan.
13. Majelis Umat.

  1. Bidang Militer
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat sehingga dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Kemajuan kerajaan Usmani tidak semata mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Faktor-faktor tersebut adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja.
Strategi yang dilakukan diantaranya adalah:
Kekuatan militer diorganisasi dengan baik dan teratur. Untuk pertama kali dilakukan ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa yang mencapai kemenangan. Ekspansi kerajaan ini pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timuryang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama islam. Mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer. Hal ini dilakukan Orkhan ketika kesadaran prajuritnya menurun.
Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan Inkisyariah adalah tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Gerrgia dan Armenia yang baru masuk islam.[6] Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim.[7]
Disamping  Jenissari,  ada lagi prajurit dari tentara kaum feudalyang dikirim kepada pemerintah pusat yaitu kelompok militer Thaujiah. Kelompok ini mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan Tuki Usmani terutama dalam pembenahan Angkatan laut. Sehingga pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.
Tabiat bangsa turki  yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan yang diwarisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah menyebabkan fokus kegiatan mereka juga lebih menonjol dalam bidang militer.
pasukan  Turki terus diperbesar dengan merekrut pendatang-pendatang baru orang-orang Turkmen dari timur, yang ingin menjadi ghazi atau prajurit iman melawan orang Kristen, dan dari ghazi-ghazi inilah dinasti Usmnaniyyah mendapatkan tradisi militer dan semangat yang member jalan baginya untuk berkembang dan maju dan akhirnya mencaplok semua kesultanan Turki lainnya yang lebih statis.[8]
Lima faktor yang menyebabkan kesuiksesan Dinasti Usmani dalam perluasan wilayah Islam, diantaranya:[9]
                    i.            Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghonimah (harta rampasan perang).
                  ii.            sifat dan karakter orang Turi yang selalu ingin m,aju da tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.
                iii.            semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam.
                iv.            Letak Istanbul yang sangat strategis sebagai ibu kota kerajaan jugasangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia.
                  v.            Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani menglahkannya.
kerajaan Turki Usmani telah mampu menciptakan pasukan militer yang mampu mengubah Negara Turki menjadi Mesin perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri non Muslim. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen di asramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Ketika terjadi kekisruan ditubuh militer, maka Orkhan mengadakan perombakan dan pembaharuan, yang dimulai dari pemimpin-pemimpin personil militer. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut dengan pasukan Janissari atau Inkisyariyah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan kuat dalam penaklukan negeri Non Muslim. Selain itu, ada juga ada juga tentara feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat, pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah.[10]
Keberhasilan ekspansi wilayah dibarengi dengan terciptanya jaringan pemerintah yang teratur. Di masa Sulaiman I, disusunlah sebuah kitab undang-undang (qonun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur. Kitab ini menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi abad ke-19.
Pengelolaan administrasi pemerintah tidaak hanya terbatas sampai ketingkat propinsi, tetapi selanjutnya diefektifkan dengan membentuk daerah-daerah tingkat II yang dikepalai masing-masing seorang kepala daerah (sanjaks). Di tingkat pusat, di samping ada sultan ada grand vizier (perdana menteri) yang dibantu oleh beberapa pembantu,diantaranya oleh para ulama yang berfungsi sebagai lembaga pemberi fatwa atau dewan pertimbangan.
Sebuah administrasi birokratik sangat diperlukan dalam pengkajian militer budak. Orkhan (1324-1360) melantik seorang wazir untuk menangani administrasi dan kemiliteran pusat dan mengangkat sejumlah gubernur sipil untuk sejumlah propinsi yang ditaklukkan. Kepala-kepala jabatan disatukan dalam sebuah dewan kerajaan. Lantaran Dinasti Usmani semakin meluas, beberapa propinsi yang semula merupakan daerah jajahan yang harus menyerahkan upeti digabungkan menjadi sebuah sistem administrasi. Unit propensial yang terbesar, yang dinamakan baylerbayliks, dibagi menjadi sanjak-bayliks dan selanjutnya dibagi-bagi menjadi timarliks yang distrik tersebut diserahkan kepada pejabat-pejabat militer sebagai pengganti gaji mereka. Pada abad ke-16, term vali telah menggantikan baylerbayliks dengan pengertian seorang gubernur, dan term eyelet digunakan dengan arti propisi di Eropa, yakni Rumania dan Transilvania, Crimea, dan beberapa distrik di Anotalia yang berada dalam pengawasan masyarakat Kurdi dan Turki tetap berlangsung sebagai propinsi semi mereka yang wajib menyerahkan upeti.
  1. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
Dalam bidang pendidikan, Dinasti Usmani mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan madrasah yang tersebar luas. Madrasah Usmani pertama didirikan di Izmir pada tahun 1331, ketika itu sejumlah ulama di datangkan dari Iran dan Mesir untuk mengembangkan pengajaran Muslim dibeberapa teritorial baru.
Tapi hal ini tidak begitu berkembang, karena Turki Usmani lebih memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sehingga dalam khazanah Intelektual Islam kita tidak menjumpai ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, memang kerajaan Turki Usmani tidak menghasilkan karya-karya dan penelitian-penelitian ilmiah seperti di masa Daulah Abbasiyah. Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan), dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap karya-karya klasik yang telah ada. Namun dalam bidang seni arsitektur, Turki Usmani banyak meninggalkan karya-karya agung berupa bangunan yang indah, seperti Masjid Jami’ Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub al-Anshary serta masjid yang dulu asalnya dari gereja Aya Sophia. Masjid tersebut dihiasi dengan kaligrafi oleh Musa Azam. Pada masa Sulaiman di kota-kota besar lainnya banyak dibangun masjid, sekolah rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum.
  1. Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara
Karena Turki mengusai beberapa kota pelabuhan utama, seperti pelabuhan-pelabuhan sepanjang laut tengah (Afrika Utara), pelabuhan laut merah, teluk Persia, pelabuhan di Siria (pantai Libanon sekarang), pantai Asia Kecil dan yang paling strategis adalah pelabuhan Internasional Konstantinopel yang menjadi penghubung Timur dan Barat waktu itu, maka Turki menjadi penyelenggara perdagangan, pemungut pajak (cukai) pelabuhan yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi Turki.
Keberhasilan Turki Usmani dalam memperluas kekuasaan dan penataan politik yang rapi, berimplikasi pada kemajuan social ekonomi Negara, tercatat beberapa kota industri yang ada pada waktu itu, antara lain: (a) Mesir yang memperoleh produksi kain sutra dan katun, (b) Anatoli memproduksi bahan tekstil dan wilayah pertanian yang subur. Kota Anatoli merupakan kota perdagangan yang penting di rute Timur dalam perindustrian dalam hasil industri dan pertanian di Istambul, polandia dan Rusia. Para pedagang dari dalam maupun dari luar negeri berdatangan sehingga wilayah Turki menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu.[11]
Selain dari sumber perdagangan, Turki Usmani memiliki sumber keuangan Negara yang sangat besar, yaitu dari harta rampasan perang, dari upeti tanda penaklukkan negara-negara yang ditundukkan serta dari orang-orang zhimmi.
C.     Birokrasi Utsmaniyah Tradisional
Birokrat-birokrat dinasti Usmaniyyah yang dilatih dalam sistem istana dan bukan di madrasah atau di sekolah agama memiliki suatu pandangan lain terhadap hubungan timbal balik antara politik dan agama. Pandangan mereka dilukiskan sebagai mengutamakan rasion d’etat. Birokrat Usmaniyyah melihat pemeliharaan kesatuan negara dan kemajuan Islam sebagai tugasnya. Ini diungkapkan dalam rumusan Din U devlet (din wa daulat) atau agama dan negara. Tetapi aspek paling efektif dari kontrol pemerintahan Usmaniyyah terhadap lembaga Ulama, yaitu hirarki orang-orang berilmu atau memiliki pengetahuan keagamaan.[12]
Setelah ada birokrasi Usmaniyyah terjadi perubahan baik di dalam negeri kebanyakan diantara mereka telah menjalani suatu reaksi keagamaan dan politis yang garis besarnya sejajar sama-sama menuju masa depan yang belum pasti, tetapi ini berlaku di Mesir dan Nahas Via Faruq ke Najib, di Suriah, di Iran. Bahwa kita melihat kemerosotan dan keruntuhan pemerintahan parlementer dan pertumbuhan diktator. Tetapi toh hal tersebut terjadi dimana-mana. Turki telah menjadi dewan Eropa dan sesudah itu anggota Pakta Atlantik yang menjadikan semangat Turki lebih besar dari negara-negara lain.
Adapun kebijakan luar negeri Turki telah berjalan sejajar dengan negara-negara lain, karena perkembangan di dalam negeri yang serupa. Suatu gerak Westernisasi yang sukses dan kontinyu, suatu pertumbuhan dan perbaikan pemerintahan berparlemen.[13]
Pada puncak sistem kendali imperium yang luas ini bertahta seorang penguasa keluarga kerajaan “keluarga Usman”. Otoritas kekuasaan terletak pada keluarga dan bukan pada anggota yang ditunjuk, tidak ada hukum baku yang mengatur pergantian kekuasaan, yang ada hanyalah tradisi suksesi damai dan pemerintahan yang panjang hingga awal abad ke-17 M. Penguasa selalu digantikan oleh salah seorang putranya, akan tetapi setelah itu yang lazim berlaku adalah manakah keluarga tertua, sang penguasa hidup di tengah-tengah keluarga besar di dalamnya termasuk para Harem berikut pengawalnya, pelayan pribadi, tukang kebun, dan penjaga istana.
Kedudukan dibawah penguasa ditempati oleh Sadr-i azam (pejabat tinggi) atau dalam bahas Inggris lazim Grand Vizier (Menteri Besar). Setelah periode pertama dinasti Usmaniyyah, Sadr-i azam tadi dianggap memiliki kekuasaan mutlak yang berada langsung dibawah sang penguasa, ia dibantu oleh sejumlah wazir lain yang mengendalikan militer dan pemerintah provinsi serta pelayanan sipil. Sebagian besar militer Usman merupakan kekuatan kafaleri yang direkrut dari orang-orang Turki dan penduduk lain dari Anatholia dan pedesaan Balkan, kafaleri dibantu oleh sejumlah prajurit dan diberi hak pengumpulan dan penyimpan pajak atas lahan pertanian sebagai imbalan atas pelayanan yang mereka berikan. Sistem ini dikenal dengan sistem Timar.
Pada abad ke-16 M, mulai berkembang birokrasi yang rumit (kalemiye), yakni birokrasi yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu :
1. Sekretaris yang mempersiapkan secara seksama dokumen-dokumen pemerintah, peraturan dan tanggapan terhadap petisi.
2. Para petugas yang menjaga keuangan, penilaian terhadap aset yang terkena pajak serta catatan mengenai berapa besar jumlah pajak yang terkumpul.[14]
Pada paruh pertama abad ke-17 M, terdapat periode ketika kekuasaan pemerintah melemah, ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi, salah satunya adalah inflasi, dan hal ini diikuti oleh kebangkitan kembali kekuatan pemerintahan tetapi dalam format yang berbeda, yakni menteri besar menjadi lebih kuat, jalur promosi menjadi lebih banyak lewat keluarga istana menteri besar dan para pejabat tinggi lainnya daripada lewat keluarga istana penguasa.
 Imperium cenderung berubah menjadi Oligarkhi. Para pejabat yang kuat dan mereka ini terikat oleh sentimen Asykhabiyah, karena tumbuh dalam rumah tangga yang sama, pendidikan yang sama dan tidak jarang oleh kekerabatan dan perkawinan. Jadi, setelah pada paruh pertama abad ke-17 M, organisasi dan pola aktivitas pemerintahan sudah mencerminkan ideal kerajaan Persia (menurut Nizham al-Muluk -penulis tema sejenis-), maksudnya para penguasa harus menjaga jarak dengan lapisan masyarakat yang berbeda agar dapat mengatur aktifitas masyarakat dan memelihara harmonis segenap lapisan.[15]








                                       


KESIMPULAN

            Keberhasilan Turki Usmani dalam ekspansi maupun dalam bidang pemerintahan tidak terlepas dari peran militer dan tentara mereka terutama terbentuknya kelompok militer baru yang menjadi mesin perang dan paling kuat yaitu Jenissari. faktor utama yang mempermudah Turki melakukan penyerangan adalah kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya.

            keberhasilan yang dicapai juga merupakan jihad untuk mengembangkan islam seluas mungkin ke berbagai daerah, dimana kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian l;uas dan berlangsung dengan cepat tersebut diikuti pila oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain.



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasat Islamiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 135
[2] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2004), 133
[3]Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, Mizan, Bandung, 2004, hal. 422-426.
[4] Syalabi, Ahmad. 1998. Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Ustmani. Jakarta : Kalam Mulia, hal.98
[5] An-nabhani At-taqiyyudin, 2002, Daulah Islam, Jakarta : HTI Press . hal. 174
[6] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2004), hal. 130.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasat Islamiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 133-    135
[8] G. E. Gosworth, Dinasti-dinasti Islam, (Bandung: Mizan, 1980), 163-164
[9] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2004), 131
[10] Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami, hal.41
[11] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), jilid I dan II, terj, hal. 498
[12] Harun Nasution, Perkembangan Modern dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 201-222
[13] Gustave E. Von G., Islam Kesatuan dalam Beragama, Yayasan Obor Indonesia dan LSI, Jakarta, hal. 357-358.
[14] Albert Hourani, op.cit., hal. 414-415.
[15] Ibid., hal. 419.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar