Sabtu, 02 Mei 2015

HISTORIOGRAFI

Pendahuluan

            Sejarah merupakan bagian internal yang tak bisa dilepaskan dari segala aspek kehidupan manusia. Internalisasi kesadaran akan sejarah mendorong umat manusia untuk melakukan proses pendefinisian sejarahnya masing-masing. Dalam kajian ilmu pengetahuan, sejarah adalah bagian dari ilmu kemanusiaan. Pengkajian ilmu sejarah akan menghantarkan kita pada aspek dimana tuntutan produk sejarah, yakni informasi dan berita bisa dihasilkan dengan penuh tanggungjawab. Proses produksi sejarah inilah yang selanjutnya kita kenal dengan istilah HISTORIOGRAFI.
            Dalam sebuah buku disebutkan bahwa historiografi adalah titik puncak dari seluruh kegiatan penelitian sejarah yang dilakukan oleh seorang atau lebih sejarawan. Dalam metodologi sejarah, historiografi merupakan bagian terakhirnya, bagian pamungkasnya, atau bagian penentu dari bagus tidaknya suatu nilai dari peristiwa sejarah masa lampau. Munculnya ide menuliskan sejarah sebenarnya sudah ada sejak zaman dimana manusia belum memasuki babak atau periode sejarah itu sendiri. Kita bisa melihat, Julius Caesar (100-44 SM), seorang penguasa kerajaan Romawi, pernah menyuruh kepada bawahannya untuk menuliskan semua hasil sidang senat pemerintahan kedalam sebuah papan pengumuman (Acta Diurna).













Historiografi

A.                Pengertian Historiografi
            Historiografi berasal dari bahasa latin history,  historia,  yang berarti sejarah, bukti, bijaksana dan graaf.  Sedangkan pengertian harafiah dari historiografi adalah tulisan tentang sejarah. Namun, sebagai sebuah ilmu, historiografi merupakan bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari hasil-hasil dari tulisan atau karya sejarah dari generasi ke generasi, dari jaman ke jaman. Bahkan ada yang mengatakan bahwa historiografi adalah  sejarah dari sejarah. Dengan ilmu historiografi akan dibahas hasil-hasil dari penulisan sejarah, dari sejak manusia menghasilkan suatu karya sejarah bagaimanapun sederhana bentuknya, seperti cerita rakyat, legenda, mitos dan sebagainya sampai pada karya sejarah modern.
            Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah .
            Historiografi adalah perkembangan penulisan sejarah dari masa ke masa. Dalam penuliasan sebuah Historiografi didalamnya memuat mengenai teori dan metodologi sejarah. Historiografi dapat diartikan sebagai sejarah penulisan sejarah untuk merekontruksi masa lalu. Dalam historiografi terdapat pemahaman atau persepsi atau refleksi kultural sejarawan tentang masa lalu sehingga mengandung arti subjektif. Historiografi atau sejarah penulisan peristiwa sejarah berkaitan erat dengan aspek geo-histori dan geo-politik dari sang penulis sejarah. Dalam kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai Perkembangan Historiografi Barat dengan sub-kajian mencakup: kemunculan sejarah sebagai ilmu dan penulisannya, periodisasi penulisan sejarah Barat, kosmologi dan weltanchaung (world view) historiografi Barat hingga tokoh sejarawan klasik dan karya sejarahnya.
            Pada perkembangannya, historiografi umum telah mengalami beberapa perubahan orientasi. Aspek geografis dan antropologis menjadi faktor pemicu. Sebagaimana sudah dijelaskan, pada masa Yunani, orientasi human interest menjadi satu yang utama dalam penulisan gejala sosial. Orientasi Yunani lebih mengedepankan aspek masyarakat umum sebagai unsur dari kerajaan. Sedangkan, Romawi lebih mengedepankan orientasi kerajaan dengan aktor gerejawan sebagai tokoh penulisnya. Pada zaman pertengahan, kegiatan penulisan gejala sosial ini masih terciprati oleh unsur gereja. Hingga abad pencerahan di eropa (renaissance), proses penulisan sejarah mulai mengalami perubahan ke arah yang lebih luas. Lebih bersifat holistis dan komprehensif.
B. Konsep Historiografi.
            Para sejarawan berbeda pendapat tentang konsep historiografi sebagai bahagian dari disiplin ilmu sejarah. Di satu pihak historiografi dipahami sebagai metode sejarah bila diartikan secara etimologi seperti yang dikemukakan terdahulu. Dipihak lain historiografi dihubungkan dengan filsafat sejarah, karena untuk mewujudkan suatu karya sejarah itu senantiasa berurusan dengan masalah subyektifitas dan obyektifitas sebagai juga yang telah tersinggung diatas. Dalam bahagian lain historiografi juga memperlihatkan kecenderungan pengertian sebagai sejarah penulisan sejarah. Penempatan unsur subyektif yang tak terlepas dari seorang sejarawan dalam memberikan interprestasi terhadap fakta-fakta masa lampau manusia, demikianpun keharusan-keharusan yang tidak dapat tidak dilakukan oleh sejarawan dalam merekonstruksi masa lampau dengan kenyataan data yang sangat terbatas, menjadikan pemahaman terhadap penulisan sejarah itu sebagai suatu proses subyektif. Dengan demikian penulisan sejarah (historiografi) itu juga memasuki persoalan-persoalan yang terdapat dalam lapangan filsafat sejarah.

            Harry Elmer Barnes dalam bukunya : A History of Historical Writing mengemukakan pengertian historiografi secara lebih lugas, yaitu : a study of historical writing5, suatu kajian terhadap penulisan sejarah. Untuk tidak mengacaukan pengertiannya dengan kritik sejarah, maka kalangan sejarawan modern lainnya lebih mempertajam pengertian tersebut dengan mengemukakan pengertian historiografi sebagai sejarah penulisan sejarah atau sejarah dari sejarah6. Penempatan historiografi sebagai salah satu bidang ilmu sejarah yang sejajar dengan “Comparative History, Historical Monograph, Theoris and Method dan lain-lain7, telah menjadikan konsep historiografi mengacu kepada suatu tentang kajian historis dari penulisan sejarah yang sudah jadi, yang berbeda dengan spesialisasi-spesialisasi yang dibidangi oleh bidang-bidang lain dari disiplin ilmu sejarah.

C. Tingkat Perkembangan Historiografi.
            Perkembangan historiografi ditentukan oleh tingkat historisitas (kesadaran sejarah) yang mereka miliki ; sejauhmana mereka memandang bahwa masa lalu harus diungkap secara benar, untuk apa pengungkapan itu dilakukan dan sebagainya. Perobahan bentuk dan cara pengungkapan, metode, struktur, isi, maupun gaya bahasa dalam suatu historiografi adalah merupakan proses yang bergerak mengikuti tingkat kesadaran historisitas itu.
            Menurut tingkat perkembangannya, historiografi dibagi kepada dua priode, yaitu : Tradisional dan Modern.
1.      Historiografi Tradisional.
      Bentuk-bentuk historiografi tradisional adalah merupakan tradisi penuturan dan penulisan yang berkembang di dalam masyarakat yang kehidupan dan kebudayaannya bersahaja. Oleh karenanya dapat juga disebut sebagai historiografi primitif.
Ciri-ciri Historiografi Tradisional adalah :
a.         Adanya suatu visi historiografi tradisional yaitu raja sentries.
b.      Setiap tulisan pujangga  selalu mengangkat hal-hal yang berhubungan dengan raja. (raja biasanya dianggap sebagai titisan dewa).
c.       Dari segi misi, unsur-unsur faktual masih ada, disampaikan secara halus.
d.      Penyajian dari historiografi tradisional ini lebih menggunakan simbol. Cerita dibuat dengan suatu simbol-simbol saja.
e.       Sumber-sumber sejarah tradisional yang mendasari historiografi tradisional cenderung mengabaikan unsur-unsur fakta karena terlalu dipengaruhi oleh sistem kepercayaan yang dimiliki masyarakat.
f.       Adanya kepercayaan tentang perbuatan magis yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu.

            Dalam kenyataannya masyarakat tradisional atau primitif telah menghasilkan beberapa bentuk historiografi yang adakalanya tertulis atau dalam bentuk penuturan lisan. Diantara bentuk-bentuk historiografi tradisional itu ialah :
a. Mitos.
            Bentuk mitos adalah penulisan atau penuturan sejarah yang merupakan penggambaran kenyataan melalui proses emosional dan kepercayaan. Biasanya mitos mempunyai fungsi membuat masa lampau bermakna dengan memusatkan kepada bahagian-bahagian masa lampau yang mempunyai sifat tetap dan berlaku secara umum. Di dalam mitos tidak ada unsur waktu dan tidak ada masalah kronologi . Bentuk ini di Indonesia terlihat seperti pada penulisan Tambo pada masyarakat Minangkabau dan Babad di kalangan masyarakat Jawa.
            Dalam masyarakat tradisional keterikatan antara manusia dengan kekuatan gaib di luar dirinya sangat erat sekali. Kekuatan tersebut dipercayai sepenuhnya sebagai penentu dan penggerak semua peristiwa-peristiwa individu dan masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan kepercayaan serba dewa. Cara hidup dan kepercayaan seperti ini akan senantiasa terlihat pada penulisan sejarah yang mereka hasilkan. Oleh karenanya dalam masyarakat tradisional banyak dihasilkan sejarah yang bercorak kepercayaan dalam bentuk teogoni dan kosmogoni.



 b. Genealogis.
            Bentuk ini merupakan penggambaran sejarah yang melukiskan tentang hubungan individu dengan individu lainnya berdasarkan keturunan (pertalian darah) atau pertautan antara satu generasi dengan generasi yang lain.
            Penulisan genealogis biasanya berkembang dalam masyarakat tradisional, terutama yang mempunyai pandangan kesukuan yang sangat besar dan pengungkapannya sering ditujukan sebagai upaya mewujudkan legitimasi atau pengakuan atas seorang individu dan keturunannya di lingkungan masyarakatnya. Contoh yang baik untuk bentuk ini ialah seperti kebiasaan masyarakat Arab pra Islam menuliskan genealogis atau silsilah keturunan mereka, karena tradisi mufakharah (kesombongan) kesukuan itu sangat menonjol dalam kehidupan mereka. Bahkan dalam masyarakat Sumeria di lembah Mesopotamia, juga ditemukan penulisan-penulisan semacam itu. Di Indonesia juga terdapat tradisi yang sama, seperti penulisan silsilah dalam masyarakat Jawa dan masyarakat Minangkabau.
c. Kronik.
            Bentuk kronik ialah pengisahan sejarah yang telah didasarkan atas kesadaran waktu, yaitu dengan menempatkan urutan peristiwa dalam dimensi waktu tertentu. Bentuk ini setidaknya adalah awal dari sejarah yang berpusat pada tindakan manusia serta sudah memperlihatkan hal-hal yang esensial bagi cerita sejarah, yaitu adanya batasan waktu dan urutan sejarah10. Babad Tanah Jawi dan Serat Jangka Jayabaya dari masyarakat Jawa dan beberapa penulisan sejarah tradisional di Sulawesi Selatan, agaknya adalah merupakan contoh yang baik untuk penulisan kronik di Indonesia.
d. Annal.
            Annal adalah pemaparan sejarah masa lalu yang telah menempatkan fakta peristiwa dalam konteks waktu tertentu, akan tetapi penulisannya sering kali terbebas dari urutan fakta kronologis. Dalam bentuk ini sudah terlihat adanya jaringan persepsi dan interpretasi penulisnya, malah sudah terdapat pula penempatan gejala (fakta) dalam suatu totalitas yang mencerminkan pandangan masyarakat penganutnya. Annal adalah perkembangan lanjutan dari bentuk kronik, bahkan bentuk ini dianggap merupakan fase transisi antara penulisan epos tradisional dengan historiografi modern. Penulisan sejarah bentuk annal seperti ini terlihat pada penulisan hikayat-hikayat, Sejarah Melayu, dan sebagainya.

2. Historiografi Modern.
            Penulisan sejarah tradisional seperti telah dikemukakan terdahulu, lebih merupakan bahagian karya sastra ketimbang karya sejarah. Penulisan sejarah di sini lebih banyak mengutamakan kepentingan pesan yang akan disampaikan, oleh karenanya pengungkapan fakta sering tidak mempertimbangkan antara yang mungkin dan yang tidak mungkin, serta bercampur aduknya antara fakta dengan peristiwa-peristiwa fiktif, magis dan sebagainya.
            Penulisan sejarah Yunani dan Romawi di Eropa sebelum abad tengah, seperti Heredotus misalnya dalam mengungkapkan sejarah tentang masyarakat Yunani dan Mesir kuno, masih terdapat campuran yang membingungkan antara fakta dan fiksi. Heredotus yang dianggap oleh bangsa Eropa sebagai bapak sejarah itu menganggap bahwa sejarah hanyalah bertujuan menyampaikan pesan-pesan. Demikian pula Thucydides (460-399 sM) menulis tentang Pelopponnesus, walaupun sedikit lebih kritis dibanding dengan Heredotus, namun ia lebih mengutamakan penulisan sejarah sebagai teladan masa lalu bagi generasi berikutnya. Livyus, seorang Romawi, telah menulis pula tentang sejarah dalam bentuk hagiografi , karena ia lebih mementingkan kebesaran Romawi daripada mengemukakan fakta-fakta yang akurat. Fakta yang ia kemukakan cenderung bersifat apriori serta lebih banyak ditujukan untuk tujuan-tujuan patriotik dan politik.
            Dengan terciptanya beberapa formula metodologis ini, sejarah akhirnya menjadi lebih dari sekedar cerita masa lalu, namun suatu pengungkapan kebenaran pengetahuan tentang masa lalu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan demikian, sejarah dapat memasuki wilayah epistemologi sebagai suatu disiplin ilmu, sekaligus merupakan awal bagi historiografi memasuki periode modern.
Kesimpulan


ü  Dengan demikian dapat disimpulban bahwa secara umum Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah. Disatu pihak historiografi dipahami sebagai metode sejarah bila diartikan secara etimologi seperti yang dikemukakan terdahu.
ü  Ciri-ciri Historiografi Tradisional adalah :  Adanya suatu visi historiografi tradisional yaitu raja sentries, setiap tulisan pujangga  selalu mengangkat hal-hal yang berhubungan dengan raja. (raja biasanya dianggap sebagai titisan dewa), Dari segi misi, unsur-unsur faktual masih ada, disampaikan secara halus, Penyajian dari historiografi tradisional ini lebih menggunakan symbol, Cerita dibuat dengan suatu simbol-simbol saja.
ü  Diantara bentuk-bentuk historiografi tradisional itu ialah, Mitos dan. Genealogis.
ü  Menurut tingkat perkembangannya, historiografi dibagi kepada dua priode, yaitu : Tradisional dan Modern, Historiografi Tradisional dan historiografi modern.




















Daftar Fustaka


https:/inihaldastroboy.wordpress.com/2011/06/16/catatan-kecil-historiografi-umum-refleksi-metodologi-sejarah/.

1 komentar: