HUBUNGAN ISLAM
INDONESIA dengan ISLAM MAROKO
![](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png)
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H Suyuthi
Pulungan, MA
FAKULTAS ADAB dan
HUMANIORA
JURUSAN SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2014
PENDAHULUAN
Sebagai
dua bangsa yang memiliki ikatan relogiositas yang telah terjalin lama, maka
kedekatan hubungan antara Indonesia dengan Maroko masih sangat kentara hingga
sekarang. Antara Maroko dan Indonesia telah terjalin relasi yang berbasis pada
ikatan keagamaan yang sangat kental.
Kita
tentu tahu bagaimana para ulama Maroko semenjak awal proses Islamisasi telah
menjalin hubungan yang sangat dekat. Ibnu Batutah seorang sejarawan yang sangat
terkenal di dunia Islam dan bahkan di dunia, telah menjadi saksi bagaimana
wilayah ini pernah menjadi daerah tujuan perjalanan ilmuwan tersebut. Dalam
perjalanannya mengarungi dunia, Ibnu Batutah pernah singgah di kerajaan Perlak
yang merupakan kerajaan Islam awal di Nusantara. Perjalanan Ibnu Batutah ke
Nusantara itulah yang kiranya menjadi saksi sejarah bahwa Nusantara pernah
menjadi tempat singgah ulama dan ilmuwan sejarah tersebut. Tentu tidak akan
menjadi tempat singgah Ibnu Batutah jika kerajaan Perlak tidak dikenal dalam
peta perjalanannya.
Ulama
yang sangat terkenal berasal dari Maroko dan kemudian menjadi salah seorang
dari sembilan wali di jawa adalah Maulana Maghribi yang menjadi penyebar Islam
di wilayah Gresik Jawa Timur. Pada periode berikutnya, pengaruh ulama Maroko
dalam pengembangan Islam di Indonesia semakin jelas. Yaitu dengan melalui
literatur keilmuan dan tradisi intelektual, yaitu peran ulama klasik dan ulama
kontemporer. Ada beberapa ulama Klassik Maroko yang hingga saat ini memiliki
pengaruh intelektual kuat di kalangan muslim Indonesia, di antaranya; Muhammad
Ibn. Ajurrum As Sonhaji (w: 1324 M).
PEMBAHASAN
HUBUNGAN ISLAM
INDONESIA DENGAN SLAM MAROKO
Maroko
secara georafis terletak di bagian utara benua Afrika, adalah Negara yang
memiliki peran penting dalam sejarah masuknya Islam ke benua Eropa. Dimana
keberhasilan Thariq bin Ziyad (w: 720 M) dan pasukannya dalam melakukan
ekspansi militer pada tahun 711 M merupakan awal periode kejayaan Islam di
Eropa.
Di
Afrika bagian barat, ulama Maroko pun memiliki andil besar dalam penyebaran dan
eksistensi Islam di kawasan tersebut. Pengaruh ulama ahli thoriqat (sufi) asal
Maroko sangat kental dalam masyarakat muslim di Senegal, Nigeria, Ghana dan
beberapa Negara Afrika barat lainnya.
1.
Peran
Ulama Maroko dalam penyebaran islam di tanah air.
a. Kehadiran
Ulama Maroko di Tanah Air:
Sejarah
mencatat, bahwa ulama Maroko memiliki andil dalam proses penyebaran dan
perkembangan Islam di Indonesia: Pertama, kunjungan petualang muslim asal kota
Tanger Maroko, Ibnu Batutah (w: 1369 M) ke pulau Sumatera pada abad ke-14
Masehi, tepatnya pada saat kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh Sultan Malik
Al Zahir (w: 1383 M). Kunjungan ini dicatat dalam bukunya yang sangat popular,
yaitu “Rihlah Ibnu Batutah” sebagai rangkuman dari misi dakwah dan petualangannya.
Kedua,
peran Syaikh Maulana Malik Ibrahim (w: 1419 M) -salah seorang wali songo- yang
merupakan tokoh sentral dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Ia dijuluki
dengan nama “Syaikh Maghribi”, hal ini mengindikasikan bahwa ia berasal dari
Maroko.
b. Pengaruh
Keilmuan Ulama Maroko di Indonesia:
Pada periode berikutnya, pengaruh
ulama Maroko dalam pengembangan Islam di Indonesia semakin jelas. Yaitu dengan
melalui literatur keilmuan dan tradisi intelektual, yaitu peran ulama klasik
dan ulama kontemporer. Ada beberapa ulama Klassik Maroko yang hingga saat ini
memiliki pengaruh intelektual kuat di kalangan muslim Indonesia, di antaranya;
Muhammad Ibn. Ajurrum As Sonhaji (w: 1324 M) pengarang Kitab Al Muqaddimah Al
ajurrumiyah, dikenal dengan kitab Jurumiyah.
Ulama
klassik Maroko yang juga memiliki pengaruh besar di tanah air adalah Muhammad
Bin Sulaiman Al Jazuli (w: 1465 M), pengarang kitab Dala’il al Khoirat,
kumpulan sholawat dan dzikir. Karena kualitas ruhaninya, kitab ini menjadi
bacaan istiqamah (wiridan) bagi banyak ulama dan muslim di tanah air.
Selain
As Sonhaji dan Al Jazuli, ulama klassik Maroko yang ikut andil dalam
pengembangan Islam di Indonesia adalah Sidi Ahmad At Tijani (w: 1815 M). tokoh
pendiri thariqat Tijaniyah ini dikagumi oleh banyak muslim Indonesia, sehingga
ajaran tahriqatnya hingga saat ini diminati oleh muslim di tanah air.
Sedangkan
intelektual kontemporer Maroko yang memiliki pengaruh kuat di Indonesia, di
antaranya adalah: Mohammed Abid Aljabiri (w: 2010), proyeknya dalam bidang
“reformasi pemikiran” yang dituangkan dalam beberapa buku, menjadi rujukan bagi
kalangan akademisi dan intelektual muslim di Indonesia. Selain Al Jabiri,
beberapa ulama dan intelektual Maroko turut mewarnai pemikiran dan keilmuan di
tanah air, di antaranya; Ahmad Raisuni (pakar Maqasid Syari’ah), Bensalim
Himmich (filsuf) dan Fatimah Mernissi (Pemikir dan Novelis).
2.
Maroko
Sebagai Pusat Peradaban dan Tranmisi Islam Indonesia
Secara
geogrfis, Maroko merupakan negara Islam paling barat yang terletak di benua
Afrika utara dan lansung berbatasan dengan Spanyol dipisah oleh selat
Gibraltar. Dengan letak gegrafis yang strategis ini, Maroko seringkali
dinobatkan sebagai tempat dialog peradaban barat dan timur. Kenyataan ini juga
didukung oleh keberadaan Universitas Al-Qarawiyyin sebagai perguruan tinggi
Islam tertua di dunia. Al-Qarawiyyin yang berlokasi di kota Fez Maroko ini
didirikan oleh kerajaan Murabithun pada abad ke-9 M. Ini lebih tua satu abad
ketimbang Universitas Al-Azhar Mesir yang didirikan oleh dinasti Fathimiyah
pada abad ke-10 M.
Dari
kurun ke kurun Al-Qarawiyyin terus mengalami perkembangan pesat menjadi menara
ilmu dan pusat peradaban. Universitas ini telah tercatat meluluskan sederet
sarjana dan ilmuwan Muslim terkemuka, seperti Ibnu Khaldun (pakar sejarah dan
sosiologi), Ibnu Rusyd (pakar fiqh madzhab Maliki), Az-Zawawi (pakar
matematika), Ibnu Bajah (pakar kedokteran), Ibnu Al-Haj Al-Fasi (pakar hukum ),
dan lain-lain. Tidak sedikit juga tokoh non-Muslim yang menimbah ilmu di
Al-Qarawiyyin. Sebelum menjadi Paus, Gerbert of Aurillac (w. 1003 M) sempat
menimba ilmu di universitas ini. Aurillac mempelajari matematika dan kemudian
memperkenalkan penggunaan angka nol dan angka Arab ke Eropa. Pada tahun 1540 M,
ilmuwan Belgia, Nichola Louvain pun tercatat sempat belajar bahasa Arab di
Universitas Al-Qarawiyyin.Dalam konteks ini, peradaban barat patut berhutang
budi kepada Universitas Al-Qarawiyyin. Betapa tidak, perguruan tinggi ini
memegang peranan penting dalam pertukaran kebudayaan dan transfer pengetahuan
dari dunia Muslim ke Eropa pada abad pertengahan.
Pesatnya
perkembangan peradaban Islam di Maroka pada abad pertengahan ini mempunyai
korelasi sangat penting dengan proses transmisi Islam ke kawasan nusantara.
Sunan Maulana Malik Ibrahim sebagai penyiar Islam pertama di Indonesia tak lain
adalah orang Maroko sehingga beliau dikenal pula dengan sebutan Syekh Maulana
Maghribi (w. 1419 M). Karenanya tidak mengherankan jika banyak sekali wajah
persamaan Islam di Indonesia dan Maroko. Pengembangan Islam dengan tetap
menghargai tradisi lokal termasuk contoh persamaan yang sangat kental. Bahkan,
jika di tanah air kita mengenal dan mengenang wali sembilan sebagai icon
penyebaran dan pengembangan Islam, maka di Maroko juga mengenal istilah wali
tujuh yang dianggap sangat berjasa dalam merintis dan mengembangkan tradisi
sufisme.
Tradisi
sufisme yang di Indonesia sering diartikan ke dalam dunia thariqat ternyata
juga berasal dari negeri matahari terbenam ini. Syekh Al-Jazuli (w. 1465 M)
yang sangat terkenal di tanah air dengan karyanya, dalailul khairat, adalah
termasuk salah satu wali tujuh yang sangat dikenang di Maroko. Bahkan, beliau
juga dikenal sebagai mujaddid (pembaharu) thariqat Syadziliyah yang juga
terkenal dan banyak pengikutnya di tanah air. Syekh Asy-Syadzili sendiri (w.
1258 M) sebagai pendiri thariqat ini kurang kesohor di Maroko karena walaupun
kelahiran negeri ini beliau banyak menghabiskan hayatnya di luar dan merantau
ke kawasan afrika timur sebelum akhirnya wafat di Mesir. Dalam dunia thariqat,
Syekh Al-Jazuli terbilang fenomenal dengan mempunyai 15 cabang thariqat, di
antaranya thariqat Tijaniyah yang di tanah air juga banyak pengikutnya walaupun
masuk Indonesia belakangan (abad ke-20 M).
Ulama’
Maroko lain yang banyak mewarnai perkembangan Islam di nusantara adalah Syekh
As-Shanhaji (w. 723 H). Ulama’ yang berasal dari kota Fez ini mempunyai karya
sangat monumental dalam bidang gramatikal bahasa arab (ilmu nahwu), yaitu kitab
Ajrumiyyah. Menurut sejarah, kitab ini ditulis dalam perjalanan As-Shanhaji
menuju Makkah al-Mukarramah. Sebelum sampai ke tanah suci, beliau sempat mampir
di kairo Mesir untuk memperdalam ilmu nahwu dan berguru pada seorang pakar di
bidang ilmu ini. Di tanah air, kitab ini sangat populer, khususnya di pondok
pesantren. Bisa dikatakan bahwa hampir semua santri dan alumni pondok pesantren
di tanah air memulai belajar kitab kuning dari kitab Aljurumiyah ini.
3.
Relasi
Indonesia danMaroko
Sebagai dua bangsa yang memiliki ikatan
relogiositas yang telah terjalin lama, maka kedekatan hubungan antara Indonesia
dengan Maroko masih sangat kentara hingga sekarang. Antara Maroko dan Indonesia
telah terjalin relasi yang berbasis pada ikatan keagamaan yang sangat kental.
Relasi antara masyarakat Maroko dan masyarakat
Indonesia tidak hanya terbatas pada aspek religiositas saja, akan tetapi juga
dalam aspek sosial politik. Hal itu tentu terkait dengan dukungan politik
masyarakat Indonesia yang direpresentasikan oleh Presiden Soekarno pada saat
kemerdekaan Maroko. Kala kerajaan Maroko mengajukan kemerdekaan kepada
Pemerintah Perancis, maka Pemerintah Indonesia adalah negara pertama yang
menjadi pendukungnya. Itulah sebabnya masyarakat Indonesia memiliki andil yang
signifikan di dalam pengajuan kedaulatan Pemerintah Maroko.
Itulah sebabnya di dalam kunjungan kenegaraan
Presiden Soekarno ke Maroko pada tahun 1960 maka memperoleh sambutan yang luar
biasa. Bahkan Presiden Soekarno diberikan kesempatan untuk memasang namanya
sendiri sebagai nama jalan di kota Rabat. Rue Soekarno sebagaimana yang saya
lihat adalah nama jalan yang sangat dikenal di kota Rabat, sebab berada di
jantung kota Rabat.
Selain itu juga ada nama jalan Jakarta dan
Bandung. Nama jalan Jakarta diberikan sebagai pertanda persahabatan dua negara
ini, sebagaimana persahabatan negara Maroko dengan negara lain. Di kompleks ini
maka dikenal ada nama-nama ibukota negara yang dijadikan sebagai nama jalan,
misalnya Paris, Moskow, Lisabon dan sebagainya. Juga didapati nama jalan
Bandoeng. Diabadaikannya nama Bandung adalah sebagai penghargaan atas
terselenggaranya konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung, yang
melahirkan konsensus negara-negara non-Blok yang diprakarsai oleh Pemerintah
Indonesia. Negara yang tergabung di dalam gerakan non blok adalah negara yang
tidak ikut blok barat yang diprakarsai oleh Amerika Serikat dan blok timur yang
dipimpin oleh Uni Soviet. Gerakan non blok benar- benar menjadi penyeimbang
bagi ketegangan antara timur dan barat di era pertarungan Amerika Serikat dan
Uni Soviet di era perang dingin.
Pencantuman nama negara atau kota sebagai nama
jalan tentu bukan hanya pemberian semata, akan tetapi sesungguhnya memiliki
makna yang signifikan. Pemberian nama itu bukan sekedar basa basi, akan tetapi
sebenarnya merupakan gaya diplomatik yang smart. Itulah sebabnya pencantuman
nama negara, nama kota dan bahkan nama pahlawan adalah sarana untuk
berdiplomasi mengenai kedekatan dua negara. Itulah sebabnya di Jakarta juga
didapati nama Casablanca sebagai nama jalan, nama Mall dan bahkan nama
kondominium.
Melalui pencantuman nama pahlawan atau kota
dan tempat bersejarah pada suatu negara tentu memberikan makna yang sangat
mendalam dalam relasi antar negara. Dan Indonesia dan Maroko telah
membuktikannya.
KESIMPULAN
Dari
pembahasaan kami di atas mengenai hubungan Islam Indonesia dengan Islam Maroko
kami menyimpulkan bahwasannya Islam Indonesa dengan Islam Maroko mempunyai
hubungan yang erat dimana para tokoh-tokoh penyebar islam di Indonesia
merupakan sebagian ulama yang berasala dari Maroko. Yang mempunyai peran sangat
penting dalam penyebaran islam di Indonesia. Yang mana salah satu ulama dari
marok menjadi salah satu wali 9 yang menyebarkan Islam di Indonesia yaitu:
syekh Maulana Magribi, dan masih banyak lagi para ulama yang berasal dari
Maroko yaitu Syekh Al-Jazuli (w. 1465 M) yang sangat terkenal di tanah air
dengan karyanya, dalailul khairat, Muhammad Ibn. Ajurrum As Sonhaji (w: 1324 M)
pengarang Kitab Al Muqaddimah Al ajurrumiyah, dikenal dengan kitab Jurumiyah. Dengan
demikian, secara spiritual sesungguhnya Maroko dan tentu juga ulama timur
tengah lainnya merupakan guru spiritual masyarakat Indonesia yang tentu tidak
diragukan. Dalam urusan spiritualitas, rasanya masyarakat Indonesia memiliki
hutang budi pada masyarakat Maroko.
DAFTAR ISI
Yatim,
Badri. 2001 Sejarah Peradaban Islam,
Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Hasymy,
A.1993. Sejarah Masuk dan Berkembangnya
Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Binning
file://localhost/F:/Maroko%20%20Pusat%20Dialog%20Peradaban%20dan%20Transmisi%20Islam%20Indonesia.htm