Kamis, 07 Mei 2015

HUBUNGAN ISLAM DI INDONESIA DENGAN TIMUR TENGAH DAN KEMUNCULAN ULAMA-ULAMA ISLAM DI INDONESIA, ISLAM DAN KOLONIAL BELANDA

PEMBAHASAN
HUBUNGAN ISLAM DI INDONESIA DENGAN TIMUR TENGAH DAN KEMUNCULAN ULAMA-ULAMA ISLAM DI INDONESIA, ISLAM DAN KOLONIAL BELANDA
A.    Sejarah Awal Hubungaan Indonesia Dengan Negara Timur -Tengah
Hubungan antara Indonesia dengan kawasan Tim-Teng, sudah terjalin ratusan tahun yang lalu ketika Islam menyebarkan ajarannya ke seluruh pelosok Bumi yang banyak dilakukan oleh para pedagang muslim, baik mereka yang berbangsa Persia, Arab, maupun India (Gujarat).
Melihat kembali sejarah dahulu bahkan sampai sekarang, sejauh ini Timur Tengah tetap menjadi kiblat umat Islam. Timur Tengah sebagai negara asal kelahiran agama Islam adalah penyebab yang utama kemudian disusul dengan maraknya setiap generasi menuntut ilmu ke sana, sehingga terjadi transformasi keilmuan Islam khususnya di Indonesia dengan berdiri dan berkembangnya pesantren-pesantren atau lembaga keislaman lainnya sebagai sarana pembentukan pribadi muslim yang terpadu.
Pemikiran-pemikiran tentang Islam di Timur Tengah telah memberikan suntikan injeksi bagi pergerakan-pergerakan untuk memajukan pendidikan Islam di Indonesia yang dilakukan oleh beberapa tokoh pergerakan Islam dengan mendirikan organisasi atau kelembagaan yang bertujuan untuk mencerdaskan dan meningkatkan intelektualitas masyarakat Indonesia.
Berdasarkan studi Azyumardi Azra (Jaringan Ulama,1998), hubungan itu bersifat politis dan keilmuan. Hubungan politis terjalin antara sejumlah kerajaan di Nusantara dengan Dinasti Utsmani. Aceh, Banten, Mataram, telah mengirimkan utusan ke Haramain (Mekkah-Madinah) sejak abad ke-17.
Selain berhaji, mereka juga membawa gelar sultan dari Syarif Mekkah (penguasa Mekkah). Bisa jadi sebagai penguat wibawa atas kekuasaan mereka. Tetapi ada juga hubungan keilmuan.
Sejak Dinasti Utsmani mengamankan jalur perjalanan haji, kian banyak pula yang menuntut ilmu pada abad ke-14 hingga ke-15. Hal itulah yang mendorong munculnya komunitas Jawi. Orang Arab menyebutnya ashab Al Jawiyin (saudara kita orang Jawi).
Berdasarkan asal daerah dan waktunya, penyebaran islam dari timur tengah ke Indonesia dapt dibedakan menjadi 3 gelombang:
1.      Dari daerah Mesopotamia, yang waktu itu terkenal sebagai Persia merupakan jalur utara. Dari wilayah Persia, islam menyebar ke timur melalui jalan darat ke afganistan, Pakistan, dan Gujarat, kemudian melalui laut menuju Indonesia.
2.      Melaui jalur tengah, yaitu dari bagian barat lembah yordaniadan di bagian timur melalui semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang menghadap langsung ke Indonesia.
3.      Ketiga, melalui jalur selatan yang berpangkal di wilayah mesir. Dari kota kairo yang merupakan pusat penyiaran agama islam secara modern.

B.     Proses interaksi Indonesia-Timur Tengah
Proses interaksi antara Indonesia dengan TimurTengah makin intensif dan berkembang pesat pada masa Dinasti Abbasyah di Irak, dan pada waktu Itu Baghdad dan Basrah. disamping merupakan pusat-pusat perdagangan antara dunia Islam, juga merupakan tempat menuntut Ilmu pengetahuan, dan hal ini berlangsung sejak lima abad, yaitu sejak abad ke 8 M sampai abad ke 13 M. yaitu sejak Jatuhnya Irak ketangan Bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu. Aktivitas perdagangan dan pelayaran serta tempat mencari Ilmu pengetahuan, kemudian berpindah ke Mesir. Dan dengan terbukanya Terusan Sue2 pada tahun 1856. maka Jumlah orang-orang dari Timur Tengah ke Indonesia meningkat, sementara orang-orang Indonesia yang hendak menunaikan rukun haji semakin bertambah.
Disamping orang-orang Arab yang datang dari Hadramaut dan Saudi Arabia. Juga orang-orang Arab dari Marokko. Tunisia dan Mesir. Sementara itu orang-orang Parsl datang hampir bersamaan dengan kedatangan orang-orang Arab, sambil berdagang juga Ikut melakukan dakwah Islam, sehingga dalam perkembangan agama Islam di Indonesia. Juga dipengaruhi oleh kebudayaan Persia (Iran).

Faktor pendorong Islam cepat berkembang di Indonesia :
       1. Syarat masuk Islam mudah
       2. Islam bersifat terbuka
       3. Tidak mengenal sistem kasta
       4. Disebarkan secara damai
       5. upacara sedehana dan biaya murah
       6. Runtuhnya kerajaan majapahit

C. Munculnya Ulama Ulama Islam Di Indonesia
Beberapa ulama besar yg membawa pembaharuan Islam di Indonesia di akhir tahun 1800-an dan awal tahun 1900 Masehi tidak hanya belajar di Indonesia saja, tetapi mereka belajar bertahun-tahun di Mekah.
Tercatat dalam sejarah bahwa para ulama2 pembaharu tersebut ternyata belajar juga pada salah seorang guru, yang merupakan juga seorang yg berasal dari Indonesia dan merupakan Imam Masjidil Haram pada saat itu.
 Diantara tokoh-tokohnya yaitu :
1.      Abad ke 17 : Syekh Yusuf Al- Makassary (Makassar) dan Syekh Abdul Rauf Al-Sinkili (Singkel, Aceh), merupakan ulama yang malang melintang menuntut ilmu di Haramain
2.      abad ke-18 : Syekh Abdul Shomad Al-Palimbani (Palembang), Syekh Nafis Al-Banjari (Banjar, Kalsel), Syekh Arsyad Al-Banjari (Banjar, Kalsel) merupakan ulama tasawuf Tarekat Samaniyah yang berpengaruh pada abad ke-18.
3.      Biografi Abdul Shomad bahkan masuk dalam kamus ulama-ulama Arab.
4.      Syekh Nurudin Al-Raniri (Aceh),
5.      Syekh Abdul Rahman Al Masry Al Batawi (Jakarta),
6.      Syekh Khatib Sambas (Kalimantan), dan lain-lainnya.
Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, ulama kita malah makin hebat-hebat di Mekkah. Karena tak sekadar menuntut ilmu, tapi justru menembus pusat ilmu di Mekkah, yaitu sebagai pengajar dan imam di Masjidil Haram.
Peneliti sufisme dari Universitas Utrecht, Belanda, Martin van Bruinessen (Kitab Kuning, 1995) menyebutkan ada tiga ulama yang menjadi guru di Masjidil Haram. Pengaruhnya pun sangat besar terhadap jemaah haji di Nusantara.
Ketiga ulama itu adalah Syekh Nawawi Al Bantani, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Mahfudh At-Tarmisi. Syekh Nawawi berasal dari Tanara, Banten, adalah ulama yang rendah hati, sangat alim, dan penulis kitab produktif. Syekh Ahmad Khatib berasal dari Minangkabau, adalah mujaddid, yang mendorong pembaruan di Minangkabau. Ahmad Khatib bahkan menjadi imam di Masjidil Haram.















DAFTAR FUSTAKA

Yatim, Badri.2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo


PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  latar Belakang
Sejarah Pergerakan Nasional sebagai fenomena historis merupakan hasil dari perkembangan faktor ekonomi, sosial, politik, kultural dan religius dan di antara faktor-faktor itu saling terjadi interaksi. Kata - pergerakan‖ mencakup semua macam aksi yang dilakukan dengan organisasi moden ke arah kemerdekaan Indonesia. Nasionalisme sendiri mengacu pada faham yang mementingkan perbaikan dan kesejahteraan nasio atau bangsanya.
Penyebutan nama  Indonesia yang berfungsi simbolis dalam Sejarah Pergerakan Nasional tidak dengan sendirinya terjadi tetapi melalui proses panjang dan dengan makin majunya pergerakan nasional sebutan  indonesia‖ meripakan keharusan. Sejarah Pergerakan Nasional mempunyai pengertian dan menunjuk pada seluruh proses terjadinya dan berkembangnya nasionalisme Indonesia dalam segala perwujudannya., berdasarkan kesadaran, sentimen bersama dan keinginan berjuang untuk kebebasan rakyat dalam wadah negara kesatuan.
Nasionalisme Indonesia yang dalam perkembangannya mencapai titik puncak setelah Perang Dunia II yaitu dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia berarti bahwa pembentukan nasion Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang panjang. Timbulnya nasionalisme Indonesia khususnya nasionalisme Asia umumnya berbeda dengan timbulnya nasionalisme di Eropa. Jelas bahwa nasionalisme Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad lamanya berkuasa di Indonesia. Usaha untuk menolak kolonialisme inilah yang merupakan manifestasi dari penderitaan dan tekanan-tekanan yang disebut Nasionalisme.
Ada dua macam teori tentang pembentukan nation. Pertama, yaitu teori kebudayaan (cultuur) yang menyebut suatu bangsa itu adalah sekelompok manusia dengan persamaan kebudayaan. Kedua, teori negara (staat) yang menentukan terbentuknya suatu negara lebih dahulu adalah penduduk yang ada di dalamnya disebut bangsa, dan ketiga, teori kemauan (wils), yang mengatakan bahwa syarat mutlak yaitu adanya kemauan bersama dari sekelompok manusia untuk hidup bersama dalam ikatan suatu bangsa, tanpa memandang perbedaan kebudayaan, suku dan agama. Mengenai timbul atau munculnya dan perkembangan nasionalisme Indonesia Prof.
Wertheim dalam Taufik Abdullah (2001: hal 84) menjelaskan sebagai suatu bagian integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Wertheim juga menambahkan bahwa faktor-faktor perubahan ekonomi, perubahan system status, urbanisasi, reformasi agama Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada rekasi aktif daripada nasionalisme Indonesia. Nasionalisme bukan semata-mata proses integrasi pada tahap awal, akan tetapi integrasi itu mencapai puncak tertinggi yaitu terbentuknya nasion Indonesia. Bukan sesuatu yang berlebihan kalau integrasi politik dipakai pegangan dalam melihat proses terbentuknya bangsa Indonesia. Akan tetapi perlu dilihat bahwa periode post proklamasi masih ada di dalam jalinan nasionalisme


1.3  Tujuan
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui tahap- tahap perkembangan Indonesia yang dilakukan pada masa pergerakan nasional dan juga bagaimana terbentuknya Negara Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pergerakan Nasional dan Terbentuknya Bangsa Indonesia
            Kata nasionalisme berasal dari kata Nation yang berati bangsa. Dalam bahasa Latin kata Nation berati kelahiran kembali, suku kemudian bangsa. Bangsa adalah sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita dan kepentingan bersama. Menurut Han Kohn adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserakan kepada negara dan bangsa. Bangkitnya nasionalisme Indonesia didorong oleh faktor intern dan ekstern.
1.        Faktor Intern
Faktor-faktor intern yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
a.   Kejayaan Bangsa Indonesia
sebelum kedatangan bangsa Barat, di wilayah Nusantara sudah berdiri kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Mataram dan Majapahit. Kejayaan masa lampau itu menjadi sumber inspirasi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
b.   Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage (Pengerukan Kekayaan)
Politik drainage itu mencapai puncaknya ketika diterapkan sistem tanam paksa yang dilanjutkan dengan sistem ekonomi liberal.


c.    Adanya Diskriminasi Rasial
Diskriminasi merupakan hal menonjol yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam kehidupan sosial pada awal abad ke-20. Dalam bidang pemerintahan, tidak semua jabatantersedia bagi kaum pribumi.
d.    Munculnya Golongan Terpelajar
Pada awal ke-20, pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah kolonial. Hal itu sejalan dengan diterapkannya politik etis. Melalui penguasaan bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah modern, mereka dapat mempelajari berbagai ide-ide dan paham-paham baru yang berkembang di Barat, seperti ide tentang HAM, liberalisme, nasionalisme, dan demokrasi.
2.    Faktor Ekstern
Lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia juga didorong oleh faktor-faktor ekstern, antara lain berikut ini.
a.       Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1904-1905)
Kemenangan Jepang dalam Perang Rusia-Jepang telah berhasil mengguncangkan dunia. Kemenangan Jepang tersebut berhasil menggugah kesadaran bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk melawan penjajahan bangsa-bangsa kulit putih.
b.    Kebangkitan Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika
Kebangkitan nasional bangsa-bangsa Asia-Afrika memberikan dorongan kuat bagi bangsa Indonesia untuk bangkit melawan penindasan pemerintahan kolonial. Revolusi Tiongkok (1911) dan pementukan partai Kuomintang oleh Sun Yan Set yang berhasil menjadikan Cina sebagai negara mereka pada tahun (1912).
b.      Masuknya Paham-Paham Baru
Paham-paham baru seperti liberalisme, demokrasi dan nasionalisme   muncul setelah terjadinya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Hubungan antara Asia dan Eropa menyebabkan paham-paham itu menyebar dari Eropa ke Asia, termasuk ke Indonesia.
1.    Boedi Oetomo
Dengan semangat hendak meningkatkan semangat masyarakat, Mas Ngabehi Wahidin Soediro Husodo, seorang doktor jawa dan termasuk seorang priayi, tahun 1906-1907 melakukan kempanye di kalangan priayi di Pulau Jawa.
Pada akhir 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia. Pertemuan tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo pada hari rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo kemudian ditunjuk sebagai ketuanya. Tanggal berdirinya Boedi Oetomo hingga saat ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

2.    Sarekat Islam
Pada  akhir  1911,  Haji  Samanhudi  di  Solo  menghimpun  para  pengusaha  batik di dalam sebuah organisasi yang bercorak agama dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI).
Setahun kemudian pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya Haji Oemar Said Cokroaminoto, sedangkan Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya   menjadi luas, bukan hanya dari kalangan pedagang. Apabila dilihat dari anggaran dasarnya, tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut.
A.    Mengembangkan jiwa dagang.
B.    Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang kesulitan.
C.    Memajukan pengajaran dan semua.
D.    Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Aktivitas SI lebih mengutamakan politik tidak disetujui oleh sebagian besar anggotanya. Mereka menginginkan SI memperhatikan masalah-masalah keagamaan. Dalam kondisi itu SI memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintahan kolonial dan berganti nama menjadi Partai Sarikat Islam. Sehubungan dengan meluasnya semangat persatuan dan Sumpah Pemuda, nama tersebut diubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1930 dengan ketuanya Haji Agus Salim.
3.    Indische Partij
Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai pengganti Indische Bond. Sebagai organisasi kaum Indonesia dan Eropa yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal dengan Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij merupakan pergerakan nasional
yang bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme modern.
Indische Partij berdiri  atas  dasar nasionalisme  yang luas menuju kemerdekaan Indonesia.  Indonesia dianggap sebagai National Home bagi semua orang,  baik penduduk  bumi putera  maupun keturunan Belanda, Cina, dan Arab, yang mengaku Indonesia sebagai tanah air dan kebangsaannya.  Paham ini pada waktu itu dikenal sebagai Indisch Nasionalisme, yang selanjutnya melalui perhimpunan Indonesia dan PNI, diubah menjadi Indonesische Nationalisme atau Nasional Indonesia. Hal itulah yang menyatakan bahwa Indische Partij sebagai partai politik pertama di Indonesia.
4.    Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada  di Belanda, antara lain Sutan Kasayangan dan R.N Noto  Suroto. Mula-mula organisasi itu bernama Indische Vereeniging. Akan tetapi sejak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin Indische Vereeniging semakin menonjol.
Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama dalam bahasa Belanda juga digunakan  dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia. Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI bergerak dalam bidang politik.
Dalam kalangan pergerakan nasional di Indonesia, pengaruh PI cukup besar. Beberapa organisasi pergerakan nasional mulai lahir karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun   1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun 1927.
5.    Partai Komunis Indonesia
Ketika Sosial Democratische Arbeiderspartij (SDAP) di Belanda pada tahun 1918 mengumumkan dirinya menjadi Partai Komunis Belanda (CPN), para anggota ISDV dari golongan Eropa mengusulkan mengikuti jejak itu. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Mei 1920 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Di dalam susunan pengurus baru terbentuk tertera antara lain Semaun sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara, serta Baars dan Sugono sebagai anggota pengurus.  PKI tumbuh menjadi partai politik dengah jumlah yang sangat besar. Akan tetapi karena jumlah anggotanya intinya kecil, partai itu kurang dapat mengontrol dan menanamkan disiplin kepada anggotanya.
Setelah berhasil menempatkan  dirinya sebagai partai besar, PKI merasa sudah kuat untuk melakukan pemberontakan pada tahun 1926. Hampir sepuluh tahun kemudian, Komitern mengirimkan seorang tokoh komunis kembali ke Indonesia. Tokoh tersebut ialah Musso yang pada bulan April 1935 mendarat di Surabaya. Dengan bantuan Joko Sujono, Pamuji, dan Achmad Sumadi, ia membentuk yang diberi nama PKI Ilegal. Kegiatan utama kaum komunis kemudian disalurkan melalui Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) dengan tokoh utamanya Amir Syarifudin.
6.    Partai Nasional Indonesia
Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 dengan tokoh-tokohnya Ir. Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar, Soedjadi, dan Soenaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris. Sementara itu dalam perekrutan anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata pemerintah kolonial. Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di dalam masyarakat, yaitu:
a.    Usaha ke dalam: Usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain mengadakan kursus
kursus, mendirikan sekolah-sekolah dan bank-bank.
c.                   Usaha ke luar: Dengan memeperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara lain melalui
d.                  rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Benteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia.
Peningkatan kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929 menimbulkan suasana yang tegang. Pemerintah kolonial Belanda lebih banyak melakukan pengawasan secara tegas terhadap kegiata-kegiatan PNI yang dianggap membahayakan keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi menghentikan pidato karena dianggap telah menghasut rakyat.
Akhirnya pemerintah Hindia Belanda beranggapan bahwa tiba saatnya untuk melakukan tindakan terhadap PNI. Bahkan Gubernur Jenderal de Graef telah mendapatkan tekanan dari konservatif Belanda yang tergabung dalam Vanderlansche Club untuk bertindak tegas karena mereka berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI.

C.    Upaya-Upaya Menggalang Persatuan
1.    Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI) Di kalangan pemimpin pergerakan nasional muncul gagasan untuk membentuk gabungan (fusi) dari partai-partai politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan tindakan-tindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk Komite Persatuan Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan baik sehingga tidak satu pun organisasi gabungan (fusi) yang dihasilkan.
Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan sidang di Bandung yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PNI, Algemeene Studieclub, PSI (Partai sarekat Islam), Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische studieclib. Sidang tersebut memutuskan untuk membentuk (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut.
Sebagai suatu alat organisasi yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan pertimbangan yang terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai yang bergabung. Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Ir. Anwari dari PNI sebagai sekretaris.
2.    Gerakan Pemuda
1.    Gerakan Pemuda Kedaerahan
Trikoro Dharmo merupakan organisasi pemuda kedaerahaan pertama di Indonesia. Trikoro Dharmo didirikan di Gedung Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh pemuda-pemuda Jawa, seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro  (Wongsonegoro), Sarwono, dan Mawardi. Trikoro Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi dan Bhakti.
Kenggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa dan Madura. Akan tetapi, diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri organisasi Jong Sumatranen Bond. Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, antara lain Moh.Hatta, Moh.Yamin, M. Tasil, Bahder Djohan, dan Abu Hanifah. Jong Minahasa berdiri pada tanggal 5  Januari 1918 di Manado dengan tokohnya A.J.H.W.Kawilarang dan V.Adam. Jong Celebes dengan tokoh-tokohnya Arnold Monomutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta. Jong Ambon berdiri pula pada tanggal 1 Juni 1923 di Jakarta.
Dengan semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal 12 Juni 1918 nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java masih tetap bergerak dalam bidang sosial  budaya.  Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo dan kongres luar biasa Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri masalah politik. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia politik setelah mereka tamat belajar.
2.    Kongres Pemuda Indonesia
1.    Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam dalam sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan kongres pemuda Indonesia yang pertama.
Dalam kongres itu dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan  yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bangsa dan agama. Selanjutnya  juga dibicarakan tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak dikemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabumgan (fusi). Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu.

2.    Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulan-perkumpulan pemuda ketika itu diantara lain Pemuda Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong Ambon dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah sebagai berikut.
Ketua                          : Sugondo Joyopuspito dari PPPI
Wakil ketua                 : Joko Marsaid dari Jong Java
Sekretaris                                 : Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond
Bendahara                    : Amir Syarifuddin dari Jong Bataksche Bond
Pembantu I                   : Johan Moh. Cai dari Jong Islamiten Bond
Pembantu II                             : Koco Sungkono dari Pemuda Indonesia
Pembantu III                : Senduk dari Jong Cilebes
Pembantu IV               : J. Leimena dari Jong Ambon
Pembantu V     : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. persidangan yang dilaksanakan sebanyak tiga kali di antaranya membahas persatuan dan kebangsaan Indonesia, pendidikan, serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil mengambil keputusan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh ketua kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya diperdengarkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman dengan gesekan biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan   hasil kerja keras para pemuda pelajar Indonesia. Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda kedaerahan secara konsekuen meleburkan diri kedalam satu wadah yang telah disepakati bersama, yaitu Indonesia Muda.
D.    Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Perkembangan Nasional
Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1.    Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi  sejak  tahun 1921 dan berulang pada akhir tahun1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi itu tidak kunjung reda.
2.    Kebijakan keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum pergerakan, terutama golongan nonkooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggung jawab atas keadaan di Hindia Belanda.
3.    Pada tahun 1930-an,  kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme dan Naziisme mengancam  kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula Jepang sebagai negara fasis di Asia telah melakukan ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indoesia yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.
a.    Partindo (1931)
Pada kongres  luar biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil  keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI. Sartono dan pendukungnya membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.
Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo. Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang tercerai-cerai sehingga pada tahun 1931 berhasih dibentuk 12 cabang. Kemudian berkembang menjadi 24 cabang dengan anggota sebanyak 7.000 orang.
Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudihan dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan kepadang karena adanya serbuan Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo mengalami kemunduran. Partindo keluar dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat. Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu, untuk kedua kalinya Sartono membubarkan  Partindo juga tanpa dukungan penuh dari anggotanya.
b.    PNI Baru (1931)
ada bulan Desember 1931, membentuk Pendidikan Nasional Indonesia(PNI Baru). Mula-mula Sutan Syahir dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda.  Organisasi-organisasi  tersebut tetap sama-sama menggunakan taktik perjuangan non-kooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik. Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut:
-    PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean” bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
-    Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi masa dengan aksi-aksi masa untuk mencapai kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial  membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada  tahun  1936  dan  akhirnya  ke Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda.

c. Parindra (1935)
Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai ketua Parindra dengan Surabaya sebagai pusatnya. Tujuannya adalah mencapai Indonesia raya dan mulia. Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya ialah Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
Parindra berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun Tani, membentuk serikat-serikat pekerja, menganjurkan Swadesi, dan mendirikan Bank Nasional Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan Moh. Husni Thamrin   dengan membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa pemerintah   kolonial melakukan beberapa perubahan, seperti memakai bahasa Indonesia dalam siding Volksraad dan mengganti istilah Inlander menjadi Indonesier.
d.    Gerindo
Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan. Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K.Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino Mangunsarkoro, Nyono, Prawoto, Sartono, dan Wilopo.
Gerindo bertujuan mencapai Indonesia  merdeka, tetapi  dengan asas-asas yang kooperatif. Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen  yang bertanggung jawab kepada rakyat dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia (Peri) yang bertujuan mengumpulkan   modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi-koperasi. Dalam bidang sosial diperjungkan persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu, Gerindo menerima anggota dari kalangan orang Indo, peranakan Cina, dan Arab.

e.       Petisi Sutardjo
Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo selaku Persatuan  Pegawai Bestuur (PPB) dalam Volkstraad mengajukan usul yang kemudian dikenal dengan petisi Sutardjo. Petisi tersebut berisi permintaan kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu perubahan dalam waktu 10 tahun mendatang, yaitu pemberian status otonom kepada rakyat Indonesia meskipun tetap dalam lingkungan kerajaan Belanda.
Sebelum Indonesia dapat berdiri sendiri, Sutardjo mengusulkan untuk mengambil langkah-langkah memperbaiki keadaan Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a.    Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya
b.    Direktur departemen diberikan tanggung jawab
c.    Dibentuk Dewan Kerajaan (rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan
Indonesia yang anggota-anggotanya merupakan wakil-wakil kedua belah pihak. Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul dan cita -citanya memihak Indonesia.
Petisi itu juga ditandatangani oleh I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong. Sebagian besar dari partai-partai dan tokoh-tokoh pergerakan juga mendukung Petisi Sutardjo. Setelah mendapatkan dukungan mayoritas anggota Volksraad, petisi itu kemudian disampaikan kepada pemerintah kerajaan dan Parlemen Belanda.
Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif dan para pengusaha perkebunan, termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC) menganggap petisi itu terlalu prematur dan menganggap bahwa secara ekonomi dan sosial Hindia Belanda (Indonesia) belum cukup untuk dapat berdiri sendiri. Selain itu dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax Nederlandica karena pada kenyataannya kondisi politik Hindia Belanda belum mantap.
Pada tanggal 16 November 1938, pemerintah Belanda memberikan jawaban bahwa petisi itu ditolak dengan alasan-alasan sebagai berikut.
-    Perkembangan  politik  Indonesia  belum  cukup  matang  untuk  memerintah  sendiri
sehingga petisi itu dipandang masih terlalu prematur.
-        Dipertanyakan juga tentang kependudukan golongan minoritas dalam struktur politik yang baru nanti.
-    Tuntutan otonomi dipandang sebagai hal yang tidak alamiah karena pertumbuhan ekonomi, sosial dan politik belum memadai.
Meskipun petisi tersebut ditolak, pemerintah kolonial mulai melaksanakan perubahan pemerintah pada tahun 1938. Pemerintah membentuk provinsi-provinsi di luar Jawa dengan gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat, sedangkan Dewan Provinsi bertugas mengatur rumah tangga daerah.
f.       Perjuangan GAPI “Indonesia Berparlemen”
Penolakan petisi Sutardjo mendorong munculnya gerakan menuju kesatuan nasional, kesatuan aksi dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Gerakan itu kemudian menjelma menjadi Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Pembentukan GAPI dipelopori oleh M.H. Thamrin dari Parindra.
Pelaksanaan program GAPI secara kongret mulai terwujud dalam rapatnya pada tanggal 4 Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat  Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta persatuan dan  kesatuan Indonesia. Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9 Septamber 1939 terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu, dalam pernyataan pada tanggal 19 September 1939, GAPI menyerukan agar dalam keadaan penuh bahaya dapat dibina hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan Indonesia.
Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1939. Pada pertengahan Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di beberapa tempat. Dengan semboyan “Indonesia Berparlemen” dalam setiap aksinya GAPI mendesak pemerintah agar membentuk  parlemen yang dipilih dan dari rakyat sebagai pengganti Volksraad dan dengan pemerimtahan yang bertanggung jawab kepada parlemen tersebut. Untuk itu, kepala-kepala departemen harus digantikan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Tanggapan pemerintah kolonial Belanda baru dikeluarkan pada tanggal 10 Februari 1940 melalui menteri jajahan Welter yang menyatakan bahwa perkembangan dalam bidang jasmani dan rohani akan memerlukan tanggung jawab dalam bidang ketatanegaraan. Sudah barang tentu hak-hak ketatanegaraan memerlukan tanggung jawab dari para pemimpin. Tanggung jawab ini hanya dapat dipikul apabila rakyat telah memahami kebijaksanaan politik. Selama pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kebijakan politik di Hindia Belanda, tidak mungkin didirikan parlemen Indonesia yang mengambil
alih tanggung jawab tersebut.
Tentu saja penolakan itu menimbulkan kekecewaan, tetapi GAPI masih meneruskan perjuangannya. Dalam rapat tanggal 23 Februari 1940, GAPI menganjurkan pendirian Panitia Parlemen Indonesia sebagai tindak lanjut aksi Indonesia Berparlemen. Akan tetapi, kesempatan bergerak bagi GAPI sudah tidak  ada lagi. Pada awal Mei 1940, Belanda diduduki oleh Jerman sehingga Perang Dunia II telah berkobar di Negeri Belanda. Meskipun negerinya sudah diduduki oleh Jerman, tetapi Belanda tidak mau mundur setapak pun dari bumi Indonesia.
Sikap pemerintah Belanda yang konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada keinginan umum untuk bekerja sama dalam menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer  menjanjikan perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus disimpan dahulu hingga perang selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam pidatonya, Ratu Wilhelmina menyatakan   kesediaannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian ketatanegaraan Belanda terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan daerah seberangdalam struktur Kerajaan Belanda. Akan tetapi,  masalah itu pun ditunda  hingga Perang Dunia II selesai.
Usulan pembentukan milisi pribumi yang berdasarkan kewajiban warga negara untuk mempertahankan negerinya juga ditolak oleh pemerintah kolonial dengan alasan bahwa perang modern lebih memerlukan angkatan perang yang professional. Sikap menunda itu pun diperlihatkan Belanda pada saat dilontarkan   Piagam Atlantik (Atlantic Charter) oleh Perdana Menteri Inggris Woodrow Wilson dan Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt yang menjamin hak setiap bangsa untuk memilh bentuk pemerintahannya sendiri.
Satu-satunya hasil dari berbagai upaya kaum pergerakan melalui Dewan Rakyat adalah pembentuka Komisi Vismen (Commissie-Visman) pada bulan Maret 1941. Komisi tersebut bertugas meneliti keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai golongan masyarakat mengenai perbaikan pemerintahan. Hasilnya diumumkan pada bulan Desember 1941 yang menyatakan bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah Belanda.


BAB III
KESIMPULAN

3.1 kesimpulan
Sejarah Pergerakan Nasional adalah bagian dari Sejarah Indonesia yang meliputi periode sekitar empat puluh tahun, yang dimulai sejak lahirnya Budi Utomo (BU) sebagai organisasi nasional yang pertama tahun 1908 sampai terbentuknya bangsa Indonesia pada tahun 1945 yang ditandai oleh proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sejarah Pergerakan Nasional sebagai fenomena historis merupakan hasil dari perkembangan faktor ekonomi, sosial, politik, kultural dan religius dan di antara faktor-faktor itu saling terjadi interaksi.
Ada dua factor yang mendorong segi-segi integrasi dari nasionalisme Indonesia. Pertamafaktor internal yang menunjukkan persamaan perasaan karena tekanan-tekanan kolonial sehingga menciptakan perasaan senang-tidak senang, setia-melawan, setuju-tidak setuju, dan lain sebagainya. Adapun yang kedua adalah factor eksternal berupa faham-faham nasionalisme yang membuahkan nasionalisme itu sendri. Faktor-faktor eksternal maupun internal itu tidak akan banyak berpengaruh jika sekiranya kaum intlektualis tidak muncul dalam panggung organisasi politik dan organisasi pergerakan nasional. Sebagai elit baru kaum intelektualis ini tentu saja menghendaki amsyarakat yang bebas dari pengawasan kolonial, yang dengan sadar ingin mengubah kedudukan bangsanya.

3.2 saran
            Dengan selesainya makalah ini, saya harapkan masukan dan kritikan dari kawan- kawan yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA
Dimjati, M. (1951). Sedjarah Perdjuangan Indonesia. Djakarta: Widjaja.
Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. (1981). Sejarah Nasional Indonesia . Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M.C. (1991). Sejarah Indonesia Modern. Terj. Dharmono Hardjowidjono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


TUGAS PRIBADI KERAJAAN BUWAIHI, KERAJAAN SELJUK DAN KERAJAAN SAFAWIYAH

TUGAS PRIBADI
KERAJAAN BUWAIHI, KERAJAAN SELJUK
DAN KERAJAAN SAFAWIYAH
IAIN radeN fataH pLg ;

Disusun Oleh :
Lesta Minarni            (11420016)

Dosen Pembimbing :
Padila. S.S. M. Hum

FAKULTAS ADAB & HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
RADEN FATAH PALEMBANG
FAKULTAS ADAB
2013

DINASTI BUWAIHI, DINASTI SELJUK DAN DINASTI SAFAWIYAH

A.    DINASTI BUWAIHI (945 – 1055 M)
Lama Kekuasaan
Ada beberapa riwayat tentang asal-usul Dinasti Buwaihi. Pertama, Buwaihi berasal dari keturunan seorang pembesar yaitu Menteri Mahr Nursi. Pendapat kedua mengatakan bahwa Buwaihi adalah keturunan Dinasti Dibbat, suatu dinasti di Arab. Ketiga, Buwaihi adalah keturunan raja Persi. Dan keempat, Buwaihi berasal dari nama seorang laki-laki miskin yang bernama Abu Syuja’ yang hidup di negeri Dailam.[1]
Periode Buwaihi dimulai pada tahun 320H/932 M sampai tahun 447 H/1055 M. masyarakat Buwaihi merupakan suku Dailami yang berasal dari kabilah Syirdil Awandan dari dataran tinggi Jilan sebelah selatan laut Kaspia. Profesi mereka yang terkenal adalah sebagai tentara, khususnya infantri bayaran. Mereka adalah penganut syiah yang dikenal kuat dan keras serta memiliki kebebasan yang tinggi. Perkenalan mereka dengan syiah diawali dengan pengungsian golongan ‘Aliyyah yang ditindas oleh Bani Abbasyiyah pada tahun 791 M. Al-Hasan ibn Zaid seorang kalangan ‘Aliyyah menyebarkan syiah di wilayah Dailam dan mendirikan sebuah kerajaan ‘Aliyyah yang independent di Dailam dan Jilan. Al-Hasan ibn Zaid kemudian digantikan oleh saudaranya Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Zaid.

Raja- Raja Dinasti Buwaihi
’Abad bin Abbas (Bapak kepada al-Sahib bin ’Abad)
Ibn al-Amid: Abu al-Fadhl Muhammad bin al-Husain
Amak Ibn al-Amid: Abu al-Fahd bin Muhammad
Rukn al-Daulah (Hasan ibn Buwaihiyah)
Al-Hasan bin Muhammad bin Harun al-Muhallabi
Al-Abbas bin Hasan al-Syairazi
Mu’iz al-Daulah (Ahmad ibn Buwaihiyah)
Al-Abbas bin Hasan al-Syairazi
Abu Tahir Muhammad bin Baqiyah
Izz al-Daulah (’Ali ibn Buwaihiyah)
Nasir bin Harun (beragama masehi)
Al-Hud al-Daulah
Al-Sahib bin ’Abbas
Mu’ayyid al-Daulah


Raja Dinasti Buwaihi Yang Terkenal

Kekuasaan Buwaihi mencapai puncaknya di bawah kepemimpinan ‘Adud Al Dawlah (949-983), putra Rukn Al Dawlah. ‘Adud Al Dawlah bukan hanya seorang penguasa Buwaihi yang paling unggul., tetapi ia juga yang paling masyhur pada zamanya. Di bawah kendalinya, pada 977 dia berhasil mempersatukan beberapa kerajaan kecil yang sudah muncul sejak periode kekuasaan Buwaihi di Persia dan Irak, sehingga membentuk satu Negara yang besarnya hampir menyerupai Imperium.
Teladan yang di perlihatkan ‘Adud Al Dawlah dalam dukunganya terhadap pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra antara lain memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yangs sudah usang, dan di beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah sakit dan gedung-gedung publik, sebagaimana di catat sejarawan (Ibnu maskawaih) yang menjadi bendahara ‘Adud Al Dawlah. Teladan yang di perlihatkan ‘Adud Al Dawlah ini juga di ikuti oleh putranya yang bernama Syaraf al Dawlah (983-989). Untuk meniru Al Makmun, maka Syaraf al Dawlah, setahun sebelum kematiaanya membangun sebuah observatorium terkenal.[2]
Hasil Peradaban

1. Pembangunan rumah sakit Bimaristan al-Adhudi yang memiliki24 tenaga medis dan rumah sakit ini dijadikan pusat studi kedokteran. Rumah Sakit ini didirikan pada tahun 978 M.Pembangunan rumah sakit tersebut menelan biaya 100.000 dinar
2. Pembangunan Sekolah-sekolah di Syiraz, |Rayy, dan Isfahan
3. Pembangunan Observatorium di Bagdad
4. Gerakan penterjemahan
Pada saat Adud memimpin menetapkan 2 cara pemilihan menteri-menteri yaitu: pertama kemampuan manajerial, kedua kemampuan retorika oleh karena wajar bila pada saat itu menteri-menteri pandai dalam sastra.Pada masa itulah muncul sejumlah pakar yang hingga kini masih ada diantaranya
a. Ibnu Sina : Filosof dan pernah menjadi hakim pada Dinasti Buwaihi
b. Ibn Maskawih, pakar sejarah dan kemudian menjadi filosof dengan karyanya yang sangat terkenal Hayy Ibn Yaqjan
c. Istakhri ; ahli ilmu bumi
d. Nasarwi ; pakar matematika yang memperkenalkan angka india sehingga matematika berkembang pesat
e. Al-Kharizmi; ahi matematika bidang al-jabar
f. Ibn Haistam (al-Hazen 1039) pemilik teori cahaya yang lebih sempurna dibanding teori cahaya sebelumnya yang dibangun oleh Euclid dan Ptolemius[3]
g. Para Penyair seperti al-Muntanabbi, Abu Ali al-farisi yang mereka membuat karya-karya yang dipersembahkan untuk Adud
Dalam menciptakan perdamaian Adud bekerja sama dengan seorang wazir Kristen yang cukup terampil, Nashr Ibn Harun, - yang atas otoritasnya dari khalifah –mendirikan dan memperbaiki sejumlah gereja dan biara[4]
  1. KERAJAAN SELJUK (1075-1258 M)\
Raja –Raja Kerajaan Seljuk
Khalifah Al-Muqtadi (1075-1084 M)
Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)
Khalifah Ar-Rasyid (1135-1136 M)
Khalifah Al-Mustafi (1136-1160 M)
Khalifah Al-Mustanjid (1160-1170 M)
Khalifah Al-Mustadi (1170-1180 M)
Khalifah An-Nasir (1180-1224 M)
Khalifah Az-Zahir (1224-1226 M)
Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M)
Khalifah Al-Muktasim (1242-1258 M)[5]

 Raja Seljuk Yang Terkenal

Kerajaan Seljuk mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan anak Alp Arslan, Malik Shah (1072-1092). Ia adalah pelindung ilmu pengetahuan dan kesenian, serta membangun masjid-masjid yang indah di ibukota Isfahan. Menterinya, Nizam al-Mulk, merupakan negarawan yang dihormati. Selama periode ini, suku Seljuk sepenuhnya menguasai Anatolia. Mereka mendirikan Kesultanan Rum di dekat Konstantinopel. Pada saat Malik Shah wafat, Kerajaan Seljuk terpecah menjadi beberapa negara kecil. Berbagai kesultanan Seljuk, Mamluk, dan Kurdi berdiri sepanjang abad ke-12. Semuanya berada di bawah pengawasan Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Kemudian, pada tahun 1220, bangsa Mongol menaklukkan kawasan ini, dan akhirnya menguasai Baghdad pada tahun 1258.

Hasil Peradaban Keajaan Seljuk

·         Arsitektur Menakjubkan dari Dinasti Saljuk
ü  Caravanserai Seljuk (Khan)
Penguasa Dinasti Seljuk begitu banyak membangun caravanserai atau tempat singgah bagi para pendatang atau pelancong. caravanserai dibangun untuk menopang aktivitas perdagangan dan bisnis. Para pelancong dan pedagang dari berbagai negeri akan dijamu di caravanserai selama tiga hari secara cuma-cuma alias gratis.
Di caravanserai itulah, para pendatang akan dijamu dengan makanan serta hiburan. Secara fisik, bangunan caravanserai terdiri dari halaman, gedungnya dipercantik dengan lengkungan iwan. Dalam caravanserai terdapat kamar menginap, depo, kamar pengawal serta tersedia juga kandang untuk alat transportasi seperti kuda. Caravanserai dikelola oleh sebuah lembaga donor. Organisasi itu pertama kali didirikan di Rabat-i-Malik. Caravanserai di wilayah Iran itu menjadi cikal bakal berdirinya tempat singgah khas Dinasti Seljuk. Caravanserai pertama itu dibangun pada tahun 1078 M oleh Sultan Nasr di antara rute Bukhara-Samarkand. Struktur bangunan caravanserai Seljuk meniru istana padang pasir Dinasti Abbasiyah. Bentuknya segi empat dan ditopang dengan dinding yang kuat.
ü  Madrasah Seljuk
Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Seljuk mulai mengembangkan bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah. Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizham Al-Mulk menjadi bangunan publik. Sang emir terispirasi oleh penguasa Ghaznawiyyah dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizham Al-Mulk terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.
Fakta menunjukkan, madrasah yang dibangun antara tahun 1080 M hingga 1092 M di Kharghird, Khurasan sudah menggunakan empat iwan. Secara fisik, bangunan madrasah Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan dilengkapi empat iwan. Selain itu juga ada asrama dan ruang belajar.Salah satu madrasah terbaik yang bisa dijadikan contoh berada di Anatolia. Bangunan madrasah itu menerapkan karakter khas Iran termasuk penggunaan iwan dan menara ganda yang membingkai pintu gerbang.
ü  Menara Seljuk
Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Seljuk secara subtansial berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Seljuk mengadopsi menara silinder seagai ganti menara berbentuk segi empat.


ü  Makam Seljuk
Pada era kejayaan Dinasti Seljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam Seljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang dikembangkan para arsitek Seljuk mengambil dimensi baru. Bangunan makam yang megah dibangun pada era Seljuk tak haya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama. Tak heran, bila makam penguasa dan ilmwuwan terkemuka di era Seljuk hingga kini masih berdiri kokoh.
Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah.
ü  Masjid Seljuk
Inovasi para arsitektur Dinasti Seljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya. Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosque. Model masjid khas Seljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti caravanserai dan madrasah.


C.    KERAJAAN SAFAWIYAH

Sejarah berdirinya kerajaan Safawi
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kerajaan Safawi berdiri diantara dua kerajaan besar yakni kerajaan Usmani di Turki dan Kerjaan Mughal di India. Menurut sejarah bahwa kerajaan yang pertama berdiri sebelum adanya kerajaan Safawin yakni kerajaan Usmani di Turki. Ketika kerajaan Usmani mengalami puncak kejayaan, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat, namun dalam perkembangannya kerajaan Safawi sering mengalami pergesekan dengan kerajaan Usmani[6]
Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainnya (Usmani dan Mughal), kerajaan Syafawi menyatakan, Syi’ah sebagai mashab negara. Karena itu, kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Dinasti Safawiah merupakan kerajan islam di Persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi berasal dari gerakan terekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Terekat ini diberi nama terekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334 M), dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai terekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan dari orang yang berda dan memilih sufi sebagai jalan kehidupannya. Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam yakni Musa Al-Kazim. Guru dari Shafi Ad-Din  bernama Syekh Tajjudin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang terkenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Berkat ketekunan Shafi Ad-Din dalam mendalami terekat yang dianutnya maka Shafi Ad-Din diambil mantu oleh gurunya yakni Zahid Al-Gilani. Shafi Ad-Din mendirikan terekat Safawiyah setelah ia menggantikan gurunya dan sekaligus mertuanya yang telah wafat pada tahun  1301 M.
Pada mulanya tarekat safawiyah bertujuan untuk memerangi orang ingkar dan ahli bid’ah. Terekat yang dipimpin oleh Shafi Ad-Din ini semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal kemudian menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Di negeri-negeri luar Ardabil, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Para wakil tersebut di beri nama Khalifah.
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.
Kecenderungan memasuki dunia politik secara kongkrit tamnpak pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas  geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan ini menimbulkan konflik antara Jinaid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangss Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan  dari penguasa Diyar Bakr, AK Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa Turki.

Raja-Raja Kerajaan Safawi

Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :
1. Isma'il I (1501-1524 M)
2. Tahmasp I (1524-1576 M)
3. Isma'il II (1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
5. Abbas I (1587-1628 M)
6. Safi Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M)
9. Husein I (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)

Raja Safawi Yang Terkenal

Abbas I naik tahta (1588-1628 M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan kerajaan Safawi adalah:
1. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam khutbahkhutbah Jum'at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul (Borckelmann, 1974:503).
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan usmani.

Bukti  Peradaban Kerajaan Syafawi


Sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah (Brockelmann, 1974:503-504).
Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya.










DAFTAR FUSTAKA


Harun Nasution (ed.), Ensiklopedi Islam Indonesia. ( Jakarta. Djambatan, 1992 )
Philip K. Hitti, Dinasti-Dinasti di Timur, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997)
Ibn Atsir dalam Prof.Dr Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Ilmu.2008)
Miskawayh dalam Phillip K. Hitti, History of Arabs (Jakarta: serambi Ilmu,2002),
Su'ud, Abu. Islamologi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003)
Yatim Badri, 2004, Sejarah Peradaban Islam II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada



[1].Harun Nasution (ed.), Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta. Djambatan, 1992, Hlm. 184.

[2].Philip K. Hitti, Dinasti-Dinasti di Timur, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997, h. 600

[3]. Ibn Atsir dalam Prof.Dr Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Ilmu.2008), cet.ke-1, hal. 171

[4]. Miskawayh dalam Phillip K. Hitti, History of Arabs (Jakarta: serambi Ilmu,2002), cet.ke1. hal.600

[5]. Su'ud, Abu. Islamologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, h. 72
[6]  Yatim Badri, 2004, Sejarah Peradaban Islam II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.hlm 90-98